Dosen Nonaktif Jadi Masalah

Puput Mutiara
01/12/2016 08:13
Dosen Nonaktif Jadi Masalah
()

KOORDINATOR Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah III Jakarta telah menonaktifkan sebanyak 2.745 dosen yang masih bergelar sarjana atau strata 1 (S1) tahun ini. Langkah tersebut diambil merujuk aturan di dalam Undang-Undang No 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang mensyaratkan kualifikasi minimal dosen lulusan S-2.

Menurut Koordinator Kopertis Wilayah III Ilah Sailah, yang paling mengkhawatirkan terdapat sekitar 56% di antara dosen tersebut berusia lanjut, di atas 40 tahun, sehingga sulit dicarikan solusi. Padahal, persoalan tersebut sangat mungkin berdampak terhadap penilaian akreditasi.

"Komponen akreditasi salah satunya dosen. Kerisauan kami karena memang masih banyak yang belum memenuhi kualifikasi, jadi terpaksa kami nonaktifkan," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Daerah Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kopertis Wilayah III di Jakarta, kemarin (Rabu, 30/11).

Ilah menegaskan, para dosen tersebut bisa saja melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang S-2 dengan bantuan beasiswa dari pemerintah, namun terkendala masa bakti menjelang pensiun. Beruntung, pemerintah menawarkan solusi lewat program rekognisi pembelajaran lampau atau disebut recognize pre-learning (RPL).

Harapannya, setelah draf petunjuk teknis RPL rampung awal tahun depan, dalam kurun waktu dua atau tiga bulan berikutnya program percepatan pendidikan dosen setara S-2 itu bisa segera dilaksanakan.

"Dengan begitu akan semakin banyak dosen yang memenuhi kualifikasi. Kalaupun tidak bisa dosen yang masih bergelar S-1, tapi punya kemampuan hanya akan diberhentikan sementara tunjangan sertifikasinya. Jabatannya tidak," terang Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir, kemarin, di kesempatan yang sama.

Lebih lanjut, pemerintah juga terus mendorong peningkatan akteditasi institusi maupun program studi (prodi) di PTS. Pasalnya, hingga saat ini di Kopertis Wilayah III Jakarta saja yang notabene cerminan Indonesia, dari 1.653 PTS hanya 194 atau 12% yang terakreditasi A.

Posisi akreditasi dan sertifikasi dalam tujuan Kemenristek Dikti sendiri, imbuhnya, ditujukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan daya saing kompetitif nasional. Terlebih di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), negara dituntut menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan mampu berinovasi.

Pendampingan
Dalam pembinaan PTS, pemerintah melalui Direktorat Kelembagaan Kemenristek Dikti dengan melibatkan Kopertis melakukan pendampingan. Namun hal itu, ucap Nasir, bukan untuk memudahkan proses akreditasi.

Tetapi, menjelaskan berbagai instrumen yang perlu ditingkatkan agar PTS memperoleh akreditasi. "Akreditasi itu tugas BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) atau ada juga LAM (Lembaga Akreditasi Mandiri). "Yang dibina itu kelembagaannya yang harus sesuai dengan aturan."

Sejauh ini, pendampingan yang telah dilakukan Kemenristek Dikti antara lain melalui workshop AIPT yang diikuti 152 PT, bimbingan teknis pada 51 PT terpilih yang terakreditasi B, assign mock assessor, dan pembimbing pada setiap PT, dan visitasi yang menghasilkan rekomendasi untuk reakreditasi ke BAN-PT.(H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya