Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
APA yang membuat mereka jatuh cinta kepada gamelan? Begitu pertanyaan yang menggelitik Media Indonesia ketika menyaksikan penampilan Kelompok Gamelan Jawa Padhang Moncar di New Zealand School of Music, Wellington, akhir pekan lalu. Selain Budi Putra, pelatih Padhang Moncar selama 20 tahun, kelompok tersebut sepenuhnya berisi warga lokal 'Negeri Kiwi'.
"Memang anggota kelompok ini beragam, dari yang usia relatif muda sampai tua banget. Yang sepuh-sepuh itu sudah 40 tahun ikut, bahkan lebih dulu sebelum saya," jelas Budi. Komunitas gamelan jawa perdana di Wellington tersebut lahir pada 1976, diprakarsai etnomusikolog Allan Thomas dan komposer John Stanley 'Jack' Body.
Pada 1992, komunitas itu resmi bernama Padhang Moncar, terinspirasi dari sinar matahari terbit. Atensi terhadap gamelan kemudian bahkan tidak sebatas aktivitas komunitas. Pada 1993, gamelan menjadi salah satu mata kuliah di Victoria University yang lalu menjelma New Zealand School of Music.
Menurut Budi, 50, pelatih ke-3 Padhang Moncar sekaligus pengajar mata kuliah gamelan, salah satu faktor yang memikat dari gamelan ialah penampilannya. "Gemebyar dengan kilauan warna emas. Ketika didengarkan, mereka jatuh cinta karena bunyinya variatif. Bentuknya besar kecil, ada dari bambu, ada kayu," paparnya.
Filosofi harmoni dan keselarasan dalam bermain gamelan pun disebut merupakan daya tarik tersendiri. "Gamelan ialah ensamble tradisional paling besar yang bisa dimainkan bersama secara kekeluargaan. Mereka senang karena di gamelan tidak ada yang menonjol. Tidak ada konduktor."
"Bermain gamelan harus membuka telinga, dan jadi mengerti sifat-sifat (pemain) lain. Itu luar biasa," timpal Megan Collins, etnomusikolog dan manajer Padhang Moncar.
Wafatnya salah satu pendiri Padhang Moncar, Jack Body, tahun lalu, menjadi tantangan tersendiri. Kepergian Body, yang dipanggil 'mas' oleh Budi, diakuinya ibarat kehilangan satu kaki. "Beliau itu profesor yang saat kami pentas, jadi sopir truknya, ikut angkat-angkat gamelan. Beliau aktif mengembangkan dan bahkan mempertahankan gamelan. Nah, yang orang asing saja menggeluti gamelan sampai seperti itu, bagaimana dengan kita?" tutur jebolan STSI Surakarta itu.
Budi semakin mantap dengan keputusannya lantaran para anggota Padhang Moncar yang berkisar 40-50 orang itu menyatakan tetap komit. "Mereka main gamelan tidak memikirkan materi, finansial. Voluntari dari hati karena mencintai gamelan," urai Budi. (Irana Shalindra/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved