PKH Jadi Jalan Keluar dari Labirin Kemiskinan

Basuki Eka Purnama
23/11/2016 12:26
PKH Jadi Jalan Keluar dari Labirin Kemiskinan
(Dok. Kemensos)

BUKAN hal yang sulit untuk keluar dari labirin kemiskinan. Asal ada niat, tekad, dan semangat yang membara, hijrah menuju sejahtera bisa jadi kenyataan.

Hal inilah yang dibuktikan Rochyati, 46, ibu empat anak asal Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Berkat Program Keluarga Harapan (PKH), kini ia bisa mencecap rasanya menjadi pengusaha dan mandiri.

Gelontoran dana pemerintah melalui PKH tidak membuat Rochyati menjadi manja dan malas. Sebaliknya, ia bergegas memutar otak, berpikir, bagaimana caranya bantuan tersebut bisa "beranak-pinak".

Pilihan jatuh pada usaha gordyn. Empat tahun berlalu sejak 2011, usaha tersebut berhasil mengantarkannya lulus dari program PKH pada 2015.

"Uang bansos saya atur sedemikian rupa untuk bayaran anak sekolah dan nambah-nambah modal usaha. Pokoknya saya pakai muter, bukan untuk foya-foya," cerita Rochyati saat gelaran PKH Jateng Fest di Wonosobo, beberapa waktu lalu.

Diungkapkan, saat ini, dari usaha gordyn tersebut Ia bisa meraup omzet hingga Rp5 juta per bulan.

Jelang Idul Fitri, jumlahnya bisa berlipat hingga dua atau tiga kalinya. Keuntungan tersebut ia gunakan untuk menyekolahkan seluruh anaknya, memperbaiki rumah, dan membeli kendaraan berupa motor dan mobil guna keperluan usaha.

Rochyati mengatakan, dirinya sangat bersyukur menjadi salah satu penerima manfaat PKH. Bantuan tersebut cukup menolongnya saat hendak memenuhi kebutuhan sekolah anak-anaknya.

Kini, perempuan paruh baya tersebut menjadi motivator bagi penerima manfaat PKH lainnya di Purbalingga. Bersama-sama dengan pendamping, ia berupaya agar program tersebut sukses mengangkat derajat orang miskin menjadi lebih sejahtera.

Menurutnya, ia bisa saja tidak jujur dengan kondisi ekonominya dan tetap menerima bantuan PKH. Namun, ia dan suami sadar bahwa bantuan sosial tersebut bukan lagi menjadi hak mereka. Karena masih banyak, warga miskin di Purbalingga yang butuh uluran bantuan dari pemerintah.

"Saya ingin menularkan semangat kepada para penerima manfaat lain. Jangan pernah putus asa dengan kemiskinan. Kita semua bisa hidup sejahtera asal mau berusaha," tuturnya.

Hal senada juga diceritakan Endang Triyanti, penerima manfaat asal Kabupaten Karanganyar. Ia hanya butuh waktu empat tahun sejak tahun 2012 hingga 2016 menyandang predikat lulusan PKH.

Uang bantuan sosial yang diperoleh, selain digunakan untuk sekolah tiga anaknya, juga digunakannya untuk membuka bengkel motor.

"Alhamdulillah banget, bisa ningkatin ekonomi rumah tangga saya. Dari bengkel itu saya dan suami bisa memperoleh penghasilan Rp2 juta saban bulannya," terang perempuan kelahiran 1967 tersebut.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI Harry Hikmat mengungkapkan, di Jawa Tengah, kurang lebih telah ada 1.045 keluarga penerima manfaat yang telah keluar dari status miskin.

Fakta tersebut membuktikan bahwa PKH cukup efekif dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

"PKH telah berjalan sejak 2007. Hingga Desember 2015 sudah melahirkan 400 ribu KPM menjadi mandiri," ungkapnya.

Dikatakan, efektifitas PKH dapat dilihat dari konsumsi keluarga PKH yang meningkat rata-rata sebesar 14%, dari 76% dari garis kemiskinan ke 90% dari garis kemiskinan.

Di sektor pendidikan, terjadi peningkatan angka pendaftaran sekolah. Pada tingkat sekolah dasar (SD) sebesar 2,3%, sementara tingkat sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 4,4%.

Harry mengatakan, pada 2015, PKH telah menjangkau 3,5 juta keluarga. Tahun ini, jumlahnya ditambah 2,5 juta keluarga, sehingga total penerima bantuan PKH sebanyak 6 juta keluarga.

Bantuan sosial ini bertujuan memutus mata rantai kemiskinan yang kerap turun-temurun antargenerasi. (RO/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya