Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PEMERHATI anak Reza Indragiri Amriel menuturkan anak korban kekerasan perlu dilibatkan dalam persidangan perkara kekerasan seksual terhadap anak. Hakim dinilai penting menjiwai isi hati korban agar tegas menghukum terdakwa semaksimal mungkin.
"Keterangan anak (korban) dibutuhkan agar hakim benar-benar dapat mengindera, merasakan, serta menjiwai isi hati dari seorang bocah tidak berdosa yang tengah mengalami kesedihan serta penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat dimangsa oleh penjahat seksual," kata Reza, Selasa (22/11)
Menurut Reza, realitas saat ini di persidangan perkara kejahatan seksual terhadap anak, partisipasi anak dalam proses yudisial relatif sama minimnya dengan keterlibatan korban persidangan perkara lainnya. Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), justru terkesan menjustifikasi pengurangan keterlibatan anak (korban) dari persidangan itu sendiri.
Dalam Pasal 58 ayat 1 misalnya, memunginkan dilakukannya pemeriksaan atas diri anak tanpa keberadaan korban di ruang persidangan. Menurutnya, kendati baik, pasal ini pun awal persoalan dari ketegasan hakim.
"Setelah anak tidak dihadirkan di persidangan, selanjutnya tidak ada keharusan bagi hakim untuk memerhatikan suara hati anak yang telah mengalami viktimisasi seksual nan keji," kata Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) itu.
Reza melanjutkan, hakim, oleh pasal tersebut, tidak wajib memerintahkan anak didengar keterangannya. Padahal, kata dia, keterangan itu bukan semata untuk memastikan hakim memeroleh gambaran utuh tentang kronologi kejahatan yang dialami anak.
"Ketika hakim terpapar sedemikian rupa, terbuka peluang bahwa hakim pada gilirannya akan menjatuhkan hukuman lebih berat kepada pelaku," ujarnya.
Reza memaparkan, secara normatif, suara yang disampaikan anak di hadapan persidangan merupakan pemenuhan hak konstitusional anak sekaligus sesuai dengan azas peradilan pidana anak.
Partisipasi maksimal anak dalam proses hukum tetap perlu diselenggarakan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan anak yang menjadi korban sendiri.
"Studi psikologi juga menyimpulkan bahwa keterlibatan aktif anak (korban) dalam proses yudisial bermanfaat positif bagi proses pemulihan dirinya," lanjutnya.
Menurutnya, efek penyembuhan itu timbul karena anak dapat menyaksikan bahwa tindak kejahatan yang telah ia lalui ternyata tidak diabaikan. Pascaviktimisasi, korban mendapat kesempatan untuk memulai hidup kembali.
"Penerimaan, pengakuan, bahkan penghargaan itulah yang memberikan energi positif bagi kesembuhan anak," pungkasnya. (MTVN/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved