Saatnya Pemerintah Ciptakan DLP

Arnold Dhae
21/11/2016 14:00
Saatnya Pemerintah Ciptakan DLP
(Ist)

UNIVERSITAS Udayana Bali mendesak agar Kemenristekdikti segera membuka program studi (Prodi) dokter layanan primer (DLP) di seluruh universitas dan perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Kedokteran.

Dosen senior Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof I Nyoman Mangku Karmaya menjelaskan, DLP saat ini menurut rencana akan dibuka di 12 universitas di Indonesia. Dan dari 12 universitas tersebut, baru Universitas Padjajaran yang sudah merealisasikannya. Sementara yang lainnya masih dalam tahap persiapan.

Menurutnya, Dokter Layanan Primer (DLP) adalah sosok baru profesi dokter yang lahir dari UU Pendidikan Dokter No 20/2013 dan implementasinya baru dalam tahap peersiapan tahun 2016 ini.

"UU sudah ada. Sekarang tinggal Kemenristek Dikti yang mengeksekusi. Tetapi sampai saat ini belum kelihatan aksinya secara nyata. Secara regulasi, Kemenkes sudah selesai. Tinggal Kemenristek Dikti yang punya kewenangan untuk itu," ujarnya di Denpasar, Senin (21/11).

DLP adalah dokter yang mendapatkan pendidikan lanjutan setara spesialis yang mengintegrasikan prinsip-prinsip ilmu kedokteran keluarga, ilmu kedokteran komunitas, dan ilmu kesehatan masyarakat, serta mampu memimpin serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama atau primer yang berkualitas. Kebijakan pemerintah membuka program DLP memicu kontroversi. IDI bahkan tidak mengakui organisasi profesi. Padahal secara kronolgis IDI terlibat dalam penyusunan RUU Pendidikan dan juga ikut pada awal pembentukan Prodi DLP. Kementerian Kesehatan masih tanda tanya mengapa IDI menarik diri dan berbalik menentang. IDI melakukan yudicial review, namun ditolak oleh MK. Maka demi UU pemerintah harus menjalankan program pendidikan ini.

"IDI menolak, melakukan judicial review, tetapi kalah. Sekarang Menteri Kesehatan menyatakan bahwa DLP harus jalan," ujarnya.

Sementara itu suara penolakan sangat santer digemakan dengan beragam cara, namun jika disimak dengan seksama banyak informasi yang disampaikan cukup menyesatkan. Keadaan ini bisa memunculkan suasana batin, situasi moril serta beban mental yang cukup mengganggu upaya sejawat dokter memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas. Banyak bupati juga yang menolak karena bila Puskesmas memiliki pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, maka rujukan ke rumah sakit umum akan berkurang.

"Bupati yang menjadikan rumah sakit sebagai sumber pendatapat daerah sudah pasti menilak DLP karena puskeskesmas sudah bisa menangangi penyakit dan kesehatanan masyarakat lainnya," ujarnya.

Yang terjadi selama ini, dokter umum yang berada di Puskesmas hanya mengandalkan pengobatan pasien secara parsial.

"Padahal sesungguhnya, masyarakat yang datang berobat jangan sampai dijadikan obyek. Mengeluh sakit kepala, diberi obat selesai. Padahal sebenarnya yang sakit itu bukan karena penyakit tetapi mungkin secara psikologi tertekan dengan beban di keluarga dan sebagainya. Conton lain kalau ada orang sakit telinga, dokter memberi obat, mengangkat kotoran dari telinga dan sebagainya. Dokter tidak pernah mengetahui kenapa telinga itu menjadi kotor dan sakit. Di sinilah DLP yang berperan," ujarnya.

Untuk Universitas Udayana saat ini persiapan untuk Prodi DLP sudah selesai. Tahap akhir persiapan sudah dilakukan dengan cara mendidik 25 tenaga dokter pembimbing Puskesmas. Pendidikan sudah dilakukan selama 6 bulan lalu.

"Tinggal evaluasi persiapan, dituangkan dalam proposal. Kalau tidak ada halangan maka tanggal 30 November ini proses awal Prodi DLP akan dimulai di Universitas Udayana Bali," ujarnya.
Bila Unud sudah mulai maka kampus-kampus lain akan menyusul karena mereka juga sudah melakukan persiapan yang sama.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya