Banyak Jadi Satu

YK/PO/M-1
20/11/2016 09:50
Banyak Jadi Satu
()

TIGA tempat ibadah ini berdiri dengan tegak nan megah. Bangunan religius itu hanya berjarak 100 meter satu sama lain. Bila suara azan berkumandang dari, mereka yang berkeyakinan lain juga tidak keberatan. Harmoni keberagaman itu berjalan alami, bukan dibuat-buat, dirawat antargenerasi.

Desa istimewa itu ialah Balun, di Kecamatan Turiberada, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di kampung itu, berjajar Masjid Miftahul Huda, Gereja Kristen Jawi Wetan, dan Pura Sweta Mahasuci. Ketiganya menjadikan Balun tersohor disebut Desa Pancasila.

“Sebenarnya, kerukunan beragama itu hingga kini masih jadi buah pembicaraan di desa-desa sekitar. Masyarakat kampung lain merasa heran,” kata Eko Sudjarwo, warga Balun.

Menjelang perayaan, mereka saling membantu seperti menjaga keamanan. “Untuk keamanan selain dari kepolisian dan linmas, mereka yang screening jemaat karena lebih tahu ini orang dari Desa Balun atau tidak,” kata Edi.

Kampung toleransi
Pembangunan harmoni dalam format bangunan fisik juga dilakukan di Kampung Transmigrasi TNI Angkatan Darat (Transad) di Naibonat, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Rumah ibadah empat agama rencananya akan dibangun Kampung Toleransi yang berisi gereja Protestan, Katolik, Islam, dan Hindu. Peletakan batu pertama sudah dilakukan pada 12 Juni 2015. Namun, ide yang diinisiasi Anselmus Giaprillianto Djogo, warga Transad, masih terkendala anggaran yang hingga kini masih diupayakan secara swadaya serta penerbitan sertifikat tanah.

Atasi kefrustrasian sosial
Ikhtiar menyatukan persamaan, kata Benny Susetyo, aktivis dan budayawan, memang harus gencar dilakukan. “Selama satu dekade terakhir, lebih dari 1.200 hingga 1.500 kasus intoleran tidak pernah terselesaikan. Padahal, kemajemukan ini harus dijaga dari fenomena belakangan ini, seperti dugaan penodaan agama hingga bom Samarinda 13 November lalu,” kata Benny.

Upaya yang harus dilakukan, kata Benny, mulai pemberian pemahaman agama yang utuh hingga mengurangi kesenjangan ekonomi, sosiologi, yang mengakibatkan pikiran negatif, kecurigaan, dan rasa frustrasi. (YK/PO/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya