Pameran Kerajinan Suku Kamoro

Abdillah M Marzuqi
19/11/2016 22:11
Pameran Kerajinan Suku Kamoro
(ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

KALAU mendengar Papua, mungkin yang terlintas hanya Suku Dani atau Suku Asmat. Jarang mampir nama Suku Kamoro dalam benak. Padahal, suku Kamoro tidak kalah indah dari suku yang lain.

Mereka juga punya produk ukiran, anyaman, dan kerajinan. Keindahan hasil ukir dan kerajinan masyarakat Kamoro dapat disaksikan di The American Club, Jakarta, Kamis (17/11).

Dalam tajuk Kamoro Art Exhibition and Sale, karya masyarakat Suku Kamoro itu tidak hanya dipamerkan, tapi hasil kerajinan itu juga bisa dimiliki untuk dibawa pulang.

Pembina masyarakat Kamoro Luluk Intarti mengungkapkan alasan diselenggarakan acara tersebut adalah untuk pelestarian budaya.

Pasalnya, Suku Kamoro dikenal keindahan budaya dan kesenian seperti tarian, ukiran, dan anyaman. Namun jika tidak ada hak yang bisa dilakukan, maka lambat-laun akan punah.

"Kami memikirkan bagaimana caranya untuk budaya ini bisa tetap eksis. Jadi kami menggelar pembinaan" terang Luluk Intarti dari Yayasan Maramowe Kamorowe.

Yayasan Maramowe Kamorowe adalah yayasan yang bergerak untuk kelestarian budaya Suku Kamoro.

“Jadi gini, kami mendapat support dari Freeport. Setiap tahun untuk menyelenggarakan pameran. Tujuannya adalah untuk pelestarian budaya suku Kamoro," terang Luluk.

Penyelenggaraan event semacam ini juga bermaksud membantu masyarakat menjual produksi mereka. Berapapun harga yang terjual dalam kegiatan ini. Seluruhnya, 100 persen kembali ke masyarakat

"Kenapa bisa 100% kembali ke masyarakat? Karena ada support dari Freeport Indonesia. Mulai dari pengambilan barang, kami jemput bola, transportasi ke lokasi, penyelenggaraan event, sampai mendatangkan sekelompok kecil masyarakat untuk datang ke sini pun. Itu semua dibiayai oleh freepot. Sehingga tidak ada cost yang keluar sama sekali dari masyarakat," lanjutnya.

Menurut Luluk, pameran ini adalah selalu diadakan setiap tahun dan ini adalah penyelenggaraan kelima dengan tampat yang sama.

Sedangkan program pembinaan sudah berjalan belasan tahun. Sebelumnya, Kal Muller mulai menggagas program pendampingan dan pembinaan sekitar tahun 2005.

Produk pameran dijual dengan harga berfariasi mulai dari kerajinan anyaman seharga 100 ribu sampai ukiran berbandrol 15 juta. Produk yang dihasilkan pun masih menggunakan bahan alami.

Itulah sebabnya, hampir seluruh barang hasil kerajinan berhasil berpindah tangan.

“Biasanya sih sekitar 80% sold out. Jadi hari ini hari pertama. Nanti ada event lagi di tanggal 19-20 open for public. Jadi kami masih keep sebagian barang juga sih," lanjut Luluk.

Meski demikian, acara ini bukan sekedar berjualan barang kerajinan. Sebab ada tujuan luhur lainnya dibalik penyelenggaraannya.

“Keinginan kami, nama Kamoro bisa disejajarkan setidaknya dengan nama Asmat,” pungkas Luluk. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya