Restorasi Gambut Dilakukan Lebih Masif

Aris Munandar
21/10/2016 04:40
Restorasi Gambut Dilakukan Lebih Masif
(MI/Aries Munandar)

RESTORASI lahan gambut yang pernah terbakar didorong agar dilakukan lebih masif dengan tidak hanya mengandalkan vegetasi ulang (revegetasi), tetapi secara bersamaan dilengkapi dengan upaya pembudidayaan tanaman lokal.

Imbauan itu disampaikan Ketua Lembaga Tanu Rane Dayak, Januminro Bunsal, dalam sebuah diskusi Pojok Iklim yang dihelat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), di Jakarta.

Dari pengalamannya, diperlukan waktu hingga 17 tahun untuk merestorasi la­han gambut yang terbakar. Itu pun baru mencapai tingkat lahan sekunder atau belum sehat secara sempurna.

Januminro membagi peng­alamannya ketika melakukan restorasi di lahan seluas 10 hektare bekas proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

Menurut dia, indikator pertama dalam mengembalikan fungsi gambut ialah dengan membuat lahan tersebut dapat menyimpan air kembali. Untuk itu, diperlukan sekat kanal untuk memastikan tidak ada air yang keluar dari gambut tersebut.

Upaya berikutnya, lahan harus ditahan agar tidak terbakar dan ekosistem pakis serta alang-alang yang tumbuh selama satu hingga dua tahun setelah kebakaran dapat terganti oleh vegetasi alam­i seperti jelutung, ramin, serta Geronggang.

Berdasarkan pengalaman dari lamanya masa restorasi vegetasi alamiah tersebut, Januminro sepakat dengan langkah Badan Restorasi Gambut (BRG) yang melakukan upaya percepatan reve­getasi dengan terlebih dahulu membangun sekat kanal permanen. “Jangan hanya mengandalkan material kayu agar target restorasi 5 tahun yang diusung pemerintah dapat tercapai,” ujarnya.

Saat ini, pemerintah melalui BRG tengah membangun lebih dari 15 ribu sekat kanal untuk merestorasi lahan gambut dan menanggulangi kebakaran lahan di Sumatra dan Kalimantan. “Lokasinya ada di delapan provinsi dan tahun depan pembangunannya diharapkan berlanjut,” ujar Kepala BRG Nazir Foead, di Pontianak, kemarin.


Komoditas lokal

Pemanfaatan tanaman lokal dalam upaya restorasi gambut juga tengah dilakukan BRG. Menurut Nazir, program restorasi gambut melalui pengembangan komoditas lokal akan dimulai tahun depan. Komoditas yang bakal dikembangkan, antara lain, sagu, kopi librika, kelapa dalam, nanas, dan aloevera. “Pembibitan untuk budi daya tanaman di lahan gambut pun sudah disiapkan,” ujarnya.

Selain memiliki nilai tambah ekonomi, budi daya tanaman lokal itu dapat mencegah kebakaran lahan dan memperbaiki fungsi hidrologi. Alasannya, lahan gambut yang terbuka rentan menge­ring saat kemarau panjang walaupun telah ditunjang dengan tata air yang baik.
Keberadaan tanaman-ta­naman lokal tersebut dapat berfungsi menjaga kelembapan gambut saat kemarau panjang. Untuk itu, Nazir mengakui pentingnya kajian-kajian terhadap pertanian ramah gambut.

Di samping itu, Nazir menegaskan restorasi gambut yang juga diikuti moratorium perizinan konsesi tidak bakal menghambat investasi. Ia pun menjamin langkah penyelamatan lingkungan yang dilakukan pemerintah itu bebas dari intervensi asing, termasuk lembaga donor. Alasannya, semua program dirancang pemerintah. (Ric/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya