Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SETELAH Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23/2002 mengenai Perlindungan Anak disahkan menjadi undang-undang, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta, dalam aturan teknis pemberian hukuman tambahan kebiri kimia kepada pelaku kejahatan seksual, dokter tidak menjadi eksekutor langsung.
“Sebabnya, tindakan itu bertentangan dengan kode etik dan sumpah profesi dokter,” kata Sekretaris Jenderal IDI Adib Khumaidi, saat dihubungi, di Jakarta kemarin.
Menurutnya, IDI tidak bermaksud menolak sebuah produk konstitusi, tetapi kendalanya ialah profesi dokter terlibat sebagai eksekutor atau algojonya. Sebab itu, lanjut Adib, dalam aturan teknis yang akan digodok pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP), IDI meminta aspirasi para dokter didengar.
Kendati demikian, lanjutnya, IDI mengapresiasi UU Pemberatan Hukuman bagi pelaku kejahatan seksual. Terkait mekanismenya, apakah ada petugas khusus yang dilatih, menurut Adib, perlu ada pembicaraan lebih lanjut.
Hal itu juga sudah disampaikan dengan Komisi IX pada rapat dengar pendapat umum beberapa waktu lalu. Dokter, sambungnya, ialah pelayan medis,tidak bisa bertindak sebagai eksekutor yang memberi suntikan pada pelaku sebagai bentuk hukuman.
“Kita harapkan di PP diatur teknisnya, mungkin kita akan lebih terlibat saat pascakebiri, yakni rehabilitasi. Di situ dokter berperan sebagai tenaga pelayanan medis. Ini mohon aspirasi dari profesi dokter bisa disalurkan jangan sampai teman-teman kami terjebak dilema kode etik dan sumpah dokter,” ujar Adib.
Di sisi lain, saat dihubungi secara terpisah, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Pribudiarta Nur Sitepu menegaskan, tidak ada alasan bagi siapa pun termasuk IDI untuk menolak amanat UU tersebut. Apalagi, tugas itu merupakan bagian dari kontribusi di dalam upaya penegakan hukum.
“Ada dua kewajiban dokter, yakni medis (untuk pengobatan), dan terkait medical legal. Artinya, dokter juga berkewajiban sebagai pelaksana hukum. Contohnya, dalam kasus hukuman mati, seorang dokter dilibatkan guna memastikan terpidana sudah meninggal secara medis atau belum. Demikian halnya dengan teknis hukuman kebiri yang akan dilakukan oleh dokter,” jelasnya.
Menurut Pri, yang masih perlu diperhatikan ialah dampak pemberian hukuman kebiri tidak hanya dari kesehatan fisik, tetapi juga secara mental. Seyogianya, seusai disuntik kebiri, pelaku direhabilitasi mental maksimal selama dua tahun. (Ind/Mut/X-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved