Membaca 15 Menit Efektif Gerakkan Budaya Baca Siswa

Syarief Oebaidillah
12/10/2016 22:48
Membaca 15 Menit Efektif Gerakkan Budaya Baca Siswa
(ANTARA FOTO/Zabur Karuru)

UPAYA pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam menggerakkan minat baca siswa di sekolah berjalan cukup baik dan efektif.

Pasalnya, kebijakan yang dituangkan melalui Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yakni setiap sekolah wajib menerapkan kegiatan membaca buku 15 menit sebelum memulai pelajaran mendapat respons positif.

Hal itu dikemukakan Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Kemendikbud Supriano pada acara diskusi 'Menumbuhkan Budaya Baca dan Meningkatkan Manajemen Perpustakaan' yang diselenggarakan ACDP dan USAID Prioritas di Gedung Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta, Rabu (12/10).

"Saya melihat dan menilai seluruh sekolah yang saya kunjungi antusias menjalankan program membaca 15 menit tersebut. Jadi kita berharap dengan pembiasaan ini menjadi budaya baca masyarakat kita di Tanah Air," tegas Supriano.

Terkait adanya temuan yang mengacu pada Progress in Internasional Reading Literacy Study (PIRLS) bahwa Indonesia merupakan negara yang dinilai masih rendah dalam uji keterampilan membaca di tingkat internasional, Supriano menyatakan hal tersebut dapat menjadi referensi untuk terus digenjot minat baca warga Indonesia.

Namun, ia mengajak masyarakat agar tetap optimistis bahwa minat dan budaya baca masyarakat Indonesia akan terus tumbuh dengan baik.

Ia berpendapat kegemaran membaca masyakat melalui aplikasi WhatsApp (WA) sebenarnya bisa menjadi sarana menumbuhkan minat baca dalam sisi berbeda.

"Selama tiga tahun ini hasil penelitian kemajuan teknologi membuktikan tingginya minat baca masyarakat kita kendati dari aplikasi teknologi WA," selorohnya.

Guna menggenjot minat baca siswa, Supriano menyontohkan pihaknya telah membentuk sekolah tingkat SMP Rujukan pada tingkat kabupaten dan kota. Dijelaskan, sebanyak 514 SMP Rujukan itu difasilitasi laboratorium komputer yang akan menjadi pusat pembelajaran.

"Sekolah rujukan ini akan membina sekolah di sekitarnya dan memiliki perpustakaan digital sekaligus memberikan akses minat dan budaya membaca," kata Supriano.

Ia mengakui kebiasaan membaca warga belajar belum ditunjang dengan fasilitas memadai. Dikatakan berdasarkan data Dapodik Kemendikbud 2016 sebanyak 74.552 dari 213.811 sekolah di Indonesia belum memiliki perpustakaan. Penyebabnya karena tidak memiliki lahan dan belum
mengajukan permintaan atau proposal.

Namun begitu, kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran, imbuh Supriano, tidak menjadi kendala bagi sekolah yang belum memiliki perpustakaan. Pasalnya, para siswa dapat membaca buku apa saja termasuk majalah, koran, dan lain lain dalam kegiatan tersebut.

Dalam kesempatan itu, M Basri, Kepala Sekolah SD Negeri 1 Sidrap, Sulawesi Selatan, mengemukakan kendati sekolahnya belum memiliki perpustakaan pihaknya menerapkan pelaksanaan gerakan membaca 15 menit kepada siswa. Setiap bulannya siswa dapat membaca sebanyak 8-12 buku per kelas sesuai jenjang kelas.

Pada setiap Sabtu, terang dia, sekolahnya mewajibkan seluruh siswa menceritakan kembali buku-buku yang dibaca tersebut melalui cerita dan tulisan.

"Program 15 menit membaca, kami mendekatkan buku setiap anak di kelas dengan didampingi guru bahkan orangtua mereka yang hadir di sekolah," jelasnya.

Menurut Basri, selama enam bulan ada dorongan perubahan karakter secara positif yakni para siswa di kelas yang gemar berkelahi menjadi berkurang.

"Indikator lainnya, anak-anak kami diundang berlomba membaca cepat estafet di provinsi dan menjuarai lomba tersebut," pungkasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya