Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
YAYASAN Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang, keputusan para pelaku usaha ritel kembali menggratiskan penggunaan kantong plastik merupakan langkah mundur di tengah usaha pemerintah menggalakkan program pengurangan sampah plastik.
Mirisnya, penghentian program ini dilakukan saat mulai terjadi pergeseran pola konsumsi kantong plastik di masyarakat. Uji coba penerapan program kantong plastik berbayar mulai berjalan sejak 21 Februari 2016 hingga 31 Mei 2016, dengan harga Rp200 per kantong plastik.
Berdasarkan hasil pengawasan dan evaluasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terlihat penurunan penggunaan kantong plastik sebesar 25-30%, dengan 87,2% masyarakat menyatakan dukungannya dan 91,6% bersedia membawa kantong belanja dari rumah.
Sementara, YLKI pada April 2016 melakukan survei, konsumen mulai mengubah gaya hidupnya membawa kantong belanja dari rumah. Saat itu, dari 222 responden yag disurvei di Jakarta, sebanyak 44 orang sudah menyatakan akan membawa kantong sendiri saat akan berbelanja.
"Kita (YLKI) protes keras kalau kantong plastik digratiskan lagi. Harusnya ini dilanjutkan. Jangan rusak program positif yang berjalan," ucap Ketua Harian YLKI Tulus Abadi di Jakarta, Senin (3/10).
Menurutnya, kesadaran masyarakat Indonesia akan dampak sampah plastik bagi kerusakan lingkungan masih rendah. Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Tiongkok dengan predikat pengguna kantong plastik tertinggi. Dalam satu tahun, sampah yang dihasilkan sebanyak 9,8 miliar kantong plastik.
Untuk mengambil keputusan, Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (Aprindo) diminta duduk bersama dengan KLHK untuk merumuskan penyelesaian. Di samping ia tidak menampik, memang diperlukan payung hukum untuk mengawal kebijakan kantong plastik berbayar.
"Jika tidak ada peraturan pemerintah atau menteri, memang kuat berpotensi minimarket atau swalayan digugat masyarakat. Mereka bisa dituding meminta pungutan tanpa memiliki payung hukum," ungkapnya.
Alasan demikian memang satu-satunya dasar Aprindo mengambil keputusan sepihak menggratiskan kembali penggunaan kantong plastik di seluruh minimarket dan swalayan mulai 1 Oktober 2016.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengutarakan, tidak adanya payung hukum menimbulkan perbedaan kebijakan di daerah masing-masing terkait pengunaan maupun harga kantong plastik yang harus dibayarkan. Kondisi ini pada kenyataannya kerap menimbulkan persoalan antara konsumen dan pelaku usaha.
"Kita gratiskan sementara kantong plastik sampai ada Permen dari KLHK. Pada dasarnya, kami mendukung program kantong plastik berbayar untuk mengurangi sampah plastik. Namun sebagai pelaksana program di lapangan, kami butuh kepastian hukum," ujar Roy.
Setelah masa uji coba tahap pertama, pemerintah kembali meneruskan kebijakan serupa lewat Surat Edaran Dirjen KLHK No. SE/8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016. Namun pada perjalanannya, program tersebut turut mendapat pro dan kontra di berbagai kalangan masyarakat yang berujung pada ancaman tuntutan secara hukum, karena memungut biaya tanpa beralas peraturan hukum kuat.
"Pelaku usaha ritel ingin segera diterbitkan Peraturan Pemerintah atau Permen LHK. Kritikan bahkan gugatan masih saja terjadi meskipun kami telah melakukan sosialisasi di masyarakat melalui media massa, petugas toko, serta pemasangan salinan SE KLHK," bebernya.
Program kantong plastik berbayar juga kerap bertabrakan dengan kebijakan pemerintah daerah tertentu. Banyaknya persoalan dinilai mengganggu iklim usaha. Lantaran pelaku usaha tidak fokus menggeluti bisnis dan justru disibukan oleh masalah kantong plastik.
"Seperti di Banjarmasin, pemerintah daerah setempat melarang penggunaan kantong plastik. Itu jelas bertabrakan dengan SE KLHK masalah plastik berbayar. Lalu di Palembang, anggota Aprindo mendapat gugatan masalah yang sama. Pelaku usaha malah pada pusing cuma karena kantong plastik. Harusnya ada aturan yang menyeragamkannya," ucapnya.
Ditambahkan Sekjen Aprindo Solihin, pemerintah harus segera menekankan tanggung jawab bagi masyarakat yang memamng berpotensi mengotori lingkungan apakah harus membayar biaya penggunaan kantong plastik atau malah melarang sepenuhnya penggunaan kantong plastik di semua transaksi pembelian barang kebutuhan.
"Sebelum menjalankan program kantong plastik berbayar, kami sebelumnya sudah memberikan edukasi. Kasir kita tanya dahulu, apakah konsumen membawa kantong belanjaan sendiri atau tidak, selalu dimulai dengan itu. Jadi kami tidak serta-merta memaksa menjual kantong plastik," tegasnya.
Solihin meminta kepada pemerintah supaya jangan mindistorsi perdagangan. Jika terus dibiarkan, maka yang turut dirugikan juga masyarakat.
"(Penerapan plastik berbayar) tidak bisa separuh-separuh, mau itu berbayar atau tidak berbayar. Saat ini yang terjadi apa? Satu (daerah) menerapkan dan satu tidak. Kacau jadinya perdagangan ini," cetusnya. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved