Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PETI kemas yang menumpuk di pelabuhan ialah mimpi buruk bagi pengusaha ataupun pihak otoritas.
Karena itu, termasuk di Indonesia, proses bongkar muat (dwelling time) peti kemas terus dituntut untuk lebih cepat.
Di sisi lain, proses bongkar juga harus tetap menjunjung keamanan.
Menyatukan keamanan dan kecepatan proses kepabeanan rupanya telah dilakukan serius di Amerika Serikat (AS) sejak 2001.
Lewat program yang dinamakan the Costums-Trade Partnership Againts Terrorism (C-TPAT), otoritas negara tersebut tidak sekedar mempercepat dwelling time, tetapi juga meningkatkan keamanan kargo.
"Proses di pelabuhan bisa lebih cepat karena kita memiliki program C-TPAT). Program ini dibentuk Departemen Keamanan Dalam Negeri dan berupa program kemitraan yang bersifat sukarela," tutur Penasihat Senior Bidang Perbatasan, Imigrasi, dan Perdagangan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, Sean Moon, saat memberikan presentasi bertema Safer seas improves business di @america, Jakarta, Rabu (14/9).
Hingga kini, sesuai dengan data di situs bea cukai AS, program itu telah memiliki 11.400 mitra tesertifikasi.
Para mitra tersebut berasal dari berbagai komunitas dan lintas negara, seperti importir/eksportir AS, operator jalan tol AS-Kanada dan AS-Meksiko, makelar kepabeanan ynag terlisensi, otoritas pelabuhan, operator terminal, dan produsen-produsen di Kanada dan Meksiko.
Dengan bergabung ke program C-TPAT, para mitra tersebut menandatangani perjanjian dengan bea cukai AS yang mencakup segala prosedur untuk memastikan bahwa segala aspek dalam rantai barang yang masuk ke AS dipastikan aman.
Keamanan itu bukan hanya mencakup material atau barang-barang yang diekspor dan impor, melainkan juga alat angkut hingga para petugas di tiap-tiap mitra itu.
Berbagai bahaya ditengarai otoritas AS bisa disusupkan di berbagai elemen itu, misalnya saja dimasukkannya barang tambahan oleh petugas di jalan tol atau di tempat pemuatan barang ke peti kemas yang dikirim ke negara itu.
Otoritas pemeritah AS akan memeriksa terlebih dulu semua komponen tersebut aman, baru kemudian perusahaan atau badan yang mengajukan diri sebagai mitra dapat disertifikasi.
Proses pemeriksaan itu bisa memakan waktu hingga 90 hari dan sertifikasi yang diterima berlaku untuk satu tahun.
Setelah menjadi mitra, perusahaan-perusahaan importir ataupun eksportir dapat melalui proses pelabuhan yang lebih cepat karena tidak akan lagi dilakukan pemeriksaan mendetail di tempat.
"Jika komitmen sudah dibangun mulai produsen, sistem keamanan akan berjalan lebih ringkas meskipun barang tetap masuk pada alat-alat pemeriksa baik scanner maupun teknologi detektor radiasi. Kalau proses cepat, kapal tak menumpuk di pelabuhan, bisa segera jalan," tambah Sean Moon.
Indonesia sejak 2013
Konsep kemitraan antara otoritas bea cukai dan swasta juga dijalankan banyak negara lain, yakni dengan mengikuti program Authorized Economic Operator (AEO) yang diusung World Customs Organization (WCO).
Indonesia sendiri meluncurkan AEO sejak 2013.
Namun, perkembangannya tampak tidak secepat di AS.
Hingga Maret 2015, baru lima perusahaan yang bersertifikasi dan diterapkan sebagai AEO.
Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227 Tahun 2014 tentang AEO, operator ekonomi yang dapat memperoleh pengakuan sebagai AEO ialah importir, eksportir, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, dan/atau pihak lainnya yang terkait dengan pergerakan barang dalam fungsi rantai pasokan global, antara lain konsolidator dan penyelenggara pos.
Ramah lingkungan
Manajemen pelabuhan di AS nyatanya tidak hanya memperhatikan keamanan, tetapi juga soal dampak lingkungan.
Moon menjelaskan mereka juga berusaha menjaga pergerakan kapal-kapal tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Manajemen pelabuhan termasuk penanggulangan masalah lingkungan itu berada dalam kewenangan Coast Guard.
Mereka tak hanya bergerak mencegah polusi yang bertanggung jawab untuk memastikan tumpahan minyak dari kapal-kapal sudah benar-benar bersih.
Coast Guard tidak sendiri dalam bertugas.
Mereka juga menjalin kerja sama dengan otoritas pelabuhan, pemerintah daerah, departemen federal seperti Badan Perlindungan Lingkungan AS, serta perusahaan swasta, dan para importir/eksportir.
Pengelola pelabuhan juga harus memantau berbagai indikator lingkungan tetap berjalan baik.
"Kita harus mengetahui juga temperatur air laut, salinitas, dan bagaimana stok ikan di perairan. Hal-hal tersebut akan berdampak pada arus air, apakah menghambat laju pergerakan kapal atau tidak. Kondisi lingkungan harus tetap dipikirkan," jelas Moon.
Dengan pengelolaan menyeluruh itu, arus barang dapat menjadi cepat sekaligus tetap aman. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved