Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
HINGGA saat ini, Mahkamah Konstitusi Indonesia (MK) tengah memeriksa permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk mengubah definisi "perzinahan" dan "sodomi".
Permohonan itu diajukan oleh kelompok yang menamakan diri AILA, yang bertujuan untuk melarang semua kegiatan seksual di luar pernikahan, meskipun konsensual, dan semua perilaku terkait seksualitas yang mereka anggap menyimpang.
Menanggapi hal itu, pada Jumat 16 September 2016, Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia (Puskapa) mengirimkan amicus curiae kepada MK, sebagai bahan pertimbangan hakim-hakim MK. Adapun garis besar argumen Puskapa adalah permohonan tersebut bias kelas.
"Riset-riset kami mendapati bahwa terdapat lebih dari setengah pasangan yang menikah di Indonesia tidak memiliki bukti perkawinan, dan sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan, di daerah terpencil, mengalami disabilitas, atau memeluk agama atau kepercayaan di luar enam agama yang diakui oleh Pemerintah," ungkap Puskapa dalam keterangan yang diterima Media Indonesia, Jumat (23/9).
"Apabila permohonan itu diterima, banyak orang yang telah termarjinalkan dari layanan publik berpotensi dipidanakan. Selain melanggar hak-hak sipil mereka, hal menempatkan jutaan orangtua di penjara akan memiliki dampak negatif pada anak-anak mereka," imbuh pusat kajian itu
Selain itu, menurut Puskapa, permohonan itu bias gender karena mengabaikan kenyataan bahwa aktivitas seksual menempatkan perempuan dan anak-anak perempuan pada risiko yang lebih besar daripada laki-laki dan anak-anak laki-laki.
"Tidak hanya risiko kehamilan yang tidak direncanakan yang dapat mengakibatkan kematian ibu, kematian bayi, atau memperbesar risiko bayi lahir stunting, tetapi juga biaya sosial akibat penyakit menular seksual, dan “kehilangan keperawanan” berdampak lebih besar pada perempuan. Mengkriminalisasi perempuan yang aktif secara seksual namun secara hukum belum menikah hanya akan menjauhkan mereka dari layanan dan perawatan yang mereka butuhkan," papar Puskapa.
Permohonan itu juga dipandang bias perlindungan anak.
"Anak perempuan dan anak laki-laki memiliki hak atas informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Ketika hak ini tidak terpenuhi, akan sulit bagi mereka untuk menyikapi perubahan dan gairah seksual di dalam diri secara aman dan terbuka," kata Puskapa.
Dengan situasi sekarang pun, imbuh lembaga itu, data BKKBN menunjukkan hanya 52% anak dan remaja Indonesia yang mengerti bahwa hubungan seksual bisa mengakibatkan kehamilan.
"Mengkriminalisasi hubungan seks di luar nikah dan yang dianggap tidak umum justru akan mengasingkan lebih banyak anak perempuan dan anak laki-laki dari informasi yang dibutuhkan, dari diri mereka sendiri, dari orangtua, dan dari komunitasnya. Hal ini dapat membuat anak-anak semakin terpapar pada bahaya yang lebih besar, dan meningkatkan jumlah pelanggar hukum berusia anak dan remaja," tegas Puskapa.
“Amicus curiae ini kami buat berdasarkan keyakinan bahwa kebijakan harus ditetapkan berdasarkan bukti, dan bukan emosi. MK pun bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang memperhitungkan potensi dampak sebuah Undang-Undang, bukan dari niatan yang mendasarinya,” ungkap Santi Kusumaningrum, Co-Director dari Puskapa. (RO/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved