Negara Gagal Lindungi Rakyat

Putri Rosmalia Octaviyani
08/9/2016 06:15
Negara Gagal Lindungi Rakyat
(ANTARA/ROSA PANGGABEAN)

KASUS pemalsuan obat merupakan masalah lama yang belum juga bisa diselesaikan pemerintah.

Belum terungkapnya sumber pemalsu dan jalur distribusi obat palsu membuat mata rantai peredarannya sulit diberantas.

Selain itu, penegakan hukum yang belum efektif membuat para pelaku tidak jera, bahkan cenderung mengulang perbuatan yang sama.

Pendapat itu disampaikan Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta dan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi saat dihubungi secara terpisah di Jakarta, kemarin.

"Negara masih selalu gagal memberantas tindak pemalsuan obat. Padahal, obat sangat penting untuk melindungi warga negara dan memenuhi haknya dalam hal kesehatan," ujar Marius.

Menurutnya, jalur distribusi obat palsu harus segera ditemukan.

"Ini sudah tidak beres dari hulunya sementara lagi-lagi yang diberantas hanya di hilir. Kalau seperti ini terus, tidak akan bisa tuntas," tambahnya.

Lebih lanjut, Marius mengatakan pemberantasan hingga hulu seharusnya dapat dilakukan.

Asalkan sistem pengawasan, pelaporan, distribusi, serta pemasaran obat dilakukan secara ketat dan serius.

"Nyatanya, selama lebih dari 30 tahun proses tersebut belum berjalan maksimal. Penemuan puluhan juta obat itu hanya sebagian kecil dari total jumlah yang beredar di Indonesia," ujar Marius.

Pendapat senada disampaikan Tulus Abadi.

Menurutnya, Polri dan Badan POM hanya mampu membongkar dari sisi hilirnya, belum belum mampu membekuk pelaku-pelaku utama.

"Badan POM juga masih reaksioner dalam mengawasi, belum mampu secara intensif di pusat-pusat pelaku obat ilegal," ujarnya.


Masih buron

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri hingga kini masih mengincar satu orang yang bertanggung jawab atas lima gudang produksi obat palsu di Balaraja, Banten.

Orang itu, lanjutnya, diduga pemilik pabrik sekaligus produsen obat tersebut.

"Pelakunya sedang dikejar. Barang bukti obat ada. Saya belum pastikan apakah ada pemilik lain, tapi yang jelas pintu masuknya dari yang satu itu," tambah Boy Rafli.

Peredaran obat yang menimbulkan halusinasi tersebut, menurutnya, mengarah ke toko-toko obat lantaran tidak memiliki izin edar.

Karena itu, Polri akan bekerja sama dengan Balai POM di daerah untuk merazia toko-toko obat yang menjual obat palsu dan kedaluwarsa.

Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf Macan Effendi meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah atau perpres guna memperkuat Badan POM dalam mengawasi peredaran obat palsu dan ilegal.

PP atau perpres tersebut nantinya akan dipakai DPR sebagai acuan guna menyusun rancangan undang-undang (RUU) untuk memperkuat Badan POM.

"Saat ini pengawasan Badan POM dan Kemenkes hanya efektif pada obat-obatan legal. Badan POM tidak bertaji dalam mengawasi masyarakat dari serbuan obat-obatan ilegal. Kegagalan pemerintah tidak lepas dari lambatnya restrukturisasi Badan POM," ujarnya.

Di sisi lain, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan pihaknya akan melakukan berbagai upaya untuk membongkar tindak pidana tersebut.

Kepala Badan POM, Penny Lukito, mengatakan, pihaknya bersama Mabes Polri masih terus menelusuri dan mendata wilayah-wilayah mana saja di Indonesia yang diduga menjual obat palsu.

Dari Tasikmalaya, Jawa Barat, kepala dinas kesehatan setempat mengaku belum menemukan obat palsu jenis trihexyphenidyl, heximer, tramadol, carnophen, somadril, dan dextromethorphan dijual di apotek. (Mut/Nic/AD/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya