Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SEBANYAK 22 dari 30 pelajar suku Moro, Mindanao, Filipina Selatan, yang berasal dari kawasan Cotabato, Zamboanga, Basilan, Sulu, dan Tawi-tawi, tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, kemarin.
Mereka akan melanjutkan pendidik-an menegah atas (SMA) selama empat tahun di Sekolah Sukma Bangsa Pidie dengan diawali proses penyetaraan dan adaptasi selama satu tahun dari Yayasan Sukma.
Setelah hampir 10 jam menempuh perjalanan dengan pesawat carter Trans Nusa bernomor penerbangan PK-TNR, satu per satu para siswa tersebut menuruni anak tangga pesawat.
Rombongan yang dipimpin Direktur Pendidikan Yayasan Sukma Ahmad Baedowi disambut Ketua Majelis Pendidikan Yayasan Sukma Komarudin Hidayat, anggota Komisi I DPR Supiadin AS, dan Wakil Direktur Utama Metro TV sekaligus Direktur Pemberitaan Metro TV Suryopratomo.
Meski prosesi penyambutan di bandara berlangsung sederhana, seluruh pelajar asal Mindanao tersebut terlihat riang ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Bumi Serambi Mekah.
Shyna Nor Nontaner, 17, pelajar asal Our Lady of Peace High School, mengaku senang tiba di Aceh dan bisa ikut program beasiswa Yayasan Sukma.
Putri asal Maguindanao itu berharap dirinya bisa menjadi generasi berpendidikan dan berprestasi.
"Saya happy, saya tidak sedih meski harus tinggalkan orangtua dan teman di Filipina. Saya ingin dapat banyak ilmu dan nanti empat tahun ke depan saya pulang bisa menjadi generasi bermanfaat," ungkapnya sambil tersenyum.
Nontaner mengaku prihatin dengan kondisi tempat tinggalnya yang sering terjadi perpecahan dan kekerasan akibat masih ada perbedaan pendapat antarkelompok.
"Saya berharap bisa lebih semangat di sini (Aceh), mengenyam banyak ilmu untuk bisa membanggakan daerah asal saya."
Komitmen
Ahmad Baedowi mengatakan sangat bersyukur bisa membawa para anak bangsa Filipina selamat sampai tujuan untuk nantinya digembleng melalui program beasiswa tersebut.
"Proses hari ini merupakan komitmen dan kerja cerdas Yayasan Sukma dan seluruh lembaga terkait di Indonesia dan Filipina. Komitmen untuk menyelesaikan masalah melalui jalur diplomasi dan kekeluargaan. Dengan itu, kita bisa memberikan sumbangsih yang baik bagi kedua negara," paparnya.
Ia menjelaskan para pelajar sangat antusias sejak mengikuti rekrutmen sampai tiba di Aceh.
Menurut Baedowi, pendekatan humanis dilakukan dengan melihat fakta bahwa anak para penyandera pun menjadi korban konflik.
Padahal, mereka seharusnya memiliki masa depan yang baik dengan mendapatkan pendidikan memadai.
Di sisi lain, saat dihubungi secara terpisah, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI di Filipina, Fahmy Lukman, mengatakan apa yang dilakukan Yayasan Sukma dengan memberikan beasiswa penuh kepada 22 pelajar Mindanao menjadi soft diplomacy sa-ngat baik dalam menjaga harmonisasi hubungan kedua negara.
Pendapat serupa disampaikan sosiolog Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Aceh, Saleh Sjafei.
Ia sangat mengapresiasi Yayasan Sukma yang melakukan langkah tepat untuk menjamin pendidikan layak bagi anak-anak Moro.
Lebih lanjut, Baedowi mengakui beasiswa itu merupakan salah satu negosiasi dalam pembebasan 10 awak kapal Brahma 12 dan Anand 12 yang dibebaskan tanpa tebusan pada 1 Mei lalu dari tangan kelompok Abu Sayyaf.
Hingga kini masih sembilan WNI disandera kelompok bersenjata itu. (FD/X-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved