Merawat Tradisi Istimewa

MI
28/8/2016 11:47
Merawat Tradisi Istimewa
(MI/Barry Fathahillah)

MARI berkhidmat dulu, bersenang-senang kemudian. Indonesia punya kultur upacara bendera di 17 Agustus pagi, lalu aneka lomba yang sebagian besar mengocok tawa di sisa harinya. Namun, bukan cuma itu, keterlibatan pemuda, warga sipil yang bukan militer, yang diberi kepercayaan menjadi bintang utama pada upacara, juga diyakini istimewa.

Kedua kultur yang konsisten dipertahankan Indonesia ini, kata Subagyo, pembina Paskibraka, punya jejak panjang.

Keterlibatan pemuda dalam upacara bendera, seperti dikutip Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga No 65/2015 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, dirintis dua orang muda-mudi yang dipimpin Latief Hendradiningrat. Keduanya mengibarkan bendera yang dijahit tangan oleh Fatmawati Soekarno.

Selanjutnya, pada ulang tahun pertama, Indonesia dilanda Agresi Belanda, ibu kota pun dipindahkan ke Yogyakarta. Bendera pusaka pun turut dibawa oleh Presiden Soekarno di dalam koper pribadi miliknya saat beliau meninggalkan Jakarta.

Jelang peringatan hari ulang tahun kemerdekaan yang kedua, Presiden Soekarno memanggil Mayor (L) Husein Mutahar dan memberinya tugas untuk mempersiapkan upacara kenegaraan di halaman Istana Presiden, Gedung Agung Yogyakarta.

Pemuda
Demi menumbuhkan rasa persatuan bangsa, Mayor Husen Mutahar menunjuk lima orang pemuda anggota Pramuka dari berbagai daerah yang tengah melakukan pendidikan di Yogyakarta untuk melaksanakan pengibaran bendera pusaka. Kala itu pengibar bendera terdiri atas dua orang pemuda dan tiga orang pemudi. Lima sendiri melambangkan lima buah sila yang terdapat pada Pancasila. Beliau juga menamakan pasukan ini dengan nama 'Pasukan Penggerek Bendera Pusaka'. Upacara di Yogyakarta berlangsung hingga 1949.

Setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, barulah ibu kota kembali ke Jakarta. Pada tanggal 17 Agustus tahun 1950, bendera pusaka dikibarkan di tiang 17 Istana Merdeka, Jakarta.

Husein Muntahar sendiri sudah tidak menangani pengibaran bendera sejak 1949 ketika ia diperintahkan Presiden untuk menyelamatkan bendera Merah Putih, tatkala Istana Presiden di Yogyakarta diserang. Barulah pada tahun 1967, Presiden Soeharto kembali memanggil Mutahar untuk menangani pengibaran bendera pusaka.

Dengan mengusung ide yang sama seperti kali pertama ia menangani pengibaran bendera, Muntahar membagi formasi pengibar bendera menjadi tiga kelompok, yakni Kelompok 17 sebagai Tim Pengiring; Kelompok 8 sebagai Pembawa dan Pengibar Bendera; dan Kelompok 45 sebagai Pengawal Bendera. Formasi ini merupakan simbolisasi dari tanggal kemerdekaan Republik Indonesia 17-8-45.

Di tahun selanjutnya, Husein Mutahar mulai memanggil sepasang pelajar utusan setiap provinsi di Indonesia untuk mengibarkan Sang Saka. Namun mengingat kondisi yang masih sulit, tidak seluruh provinsi bisa mengirimkan utusannya sehingga ditambahkan anggota pasukan yang pernah bertugas pada tahun 1967.

Indonesia istimewa
Tradisi pengibaran bendera yang dilakukan dengan iring-iringan pasukan sendiri hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia. "Sederhana tapi hikmat," jelas Subagyo.

Heboh Gloria Natapraja, 16, anggota Paskibraka yang sempat dibatalkan bertugas karena masalah kewarganegaraan, yang membuat struktur pasukan berubah, ternyata tak membuat pelatih pusing karena seluruh peserta telah dilatih untuk tambil di seluruh posisi.

"Karena baru 17 Agustus pagi, kami mengumumkan siapa saja yang akan bertugas dalam upacara. Tim Arjuna terpilih sebagai pasukan penaikan dan Bima sebagai tim penurunan. Petugas-petugas khusus seperti Pembawa Baki, penggerek, pembawa, pembentang bendera, dan lain-lain juga diumumkan pada saat yang sama. Alasannya jika bocor nanti ada permainan, dan juga untuk menjaga ketenangan dan kesiapan peserta. Saya yakin tidak akan masalah, mau kapan diumumkanpun mereka pasti sudah siap, saya punya keyakinan dari penilaian saya. Saya yakin bukan mereka yang yakin," ungkap Kapten Infantri Suswan, wakil koordinator pelatih Paskibraka.

Suswan juga menjelaskan terkait pemilihan petugas tersebut. "Setiap latihan dinilai perorangnya. Dari nilai itu saya memilih petugas-petugas upacaraanya. Selain itu, dilihat juga postur tubuhnya dan juga wajah dari petugasnya tersebut terutama pembawa baki.

"Pukul 10.22, Tim Arjuna sukses mengibarkan Sang Saka Merah Putih tanpa kesalahan. Mereka berhasil mendapat apresiasi dari seluruh orang yang menyaksikan pengibaran bendera, baik itu di istana maupun dilayar kaca. Tradisi itu sukses dirawat hingga 71 tahun. (*/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya