Isu Lingkungan Dominasi Kongres Gambut Internasional

Soelistijono
17/8/2016 12:45
Isu Lingkungan Dominasi Kongres Gambut Internasional
(MI/AMIRUDDIN ABDULLAH)

ISU lingkungan dan ketahanan pangan serta energi mendominasi di kongres internasional tentang gambut ke-15 (15th International Peat Congress (IPC) 2016 yang diselenggarakan di Kuching, Malaysia.

Pada hari ketiga pelaksanaan kongres, Rabu (17/8) delegasi dari negara negara peserta dalam pandangannya mengambil sikap jalan tengah bahwa ketiga isu tersebut harus menjadi pusat perhatian dan mendapat perhatian seimbang baik dari masing masing negara, pelaku usaha, atau komunitas lingkungan.

Kalyana Sundram mengatakan ada sesat informasi di kalangan masyarakat bahwa seakan-akan lahan gambut hanya ada di daerah tropis. Padahal, negara subtropis juga memiliki lahan gambut yang dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi.

“Kalau pengelolaan lahan gambut untuk budidaya disalahkan, maka negara-negara subtropisseperti Eropa juga harus disalahkan,” kata Kalyana Sundram yang juga Ketua MalaysianPalm Oil Council (MPOC) saat menutup presentasinya.

Menurut Sundram, pekerjaan rumah besar bagi para ilmuwan adalam mengkomunikasikandengan benar bahwa pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya memberikan dampak positif bagi ekonomi, ekologi, dan biodiversity. “Saat ini, kesannya pemanfaatan gambut untuk budidaya adalah sumber kerusakan lingkungan. Ini yang seharusnya diluruskan,” katanya.

Sundram menambahkan, lahan gambut adalah salah satu sumber daya alam yang sejak awal berperan dalam membantu kesejahteraan kehidupan manusia serta sudah dikelola dan dimanfaatkan. Pemanfaatan lahan gambut selain sebagai bahan bakar, juga untuk kegiatan budidaya perkebunan maupun hutan tanaman.

“Kehidupan manusia membutuhkan pemanfaatan sumber daya alam baik yang bisa diperbarui maupun yang tidak bisa diperbarui. Keduanya harus dimanfaatkan dengan optimal dan berkelanjutan,” kata Sundram.

Sundram juga tidak memungkiri bahwa lahan gambut memiliki peran ekologis yang vital untuk mendukung biodiversitas dan berfungsi sebagai penyimpan karbon. Namun, imbuhnya, harus diakui juga bahwa jika pemanfaatan sumber daya alam seperti gambut tidak dikelola dengan baik, akan membawa risiko lingkungan.

“Inilah tantangan besar komunikasi terkait lahan gambut. Saat ini, karena komunikasi yang lemah, lahan gambut jadi objek tudingan penyebab deforestasi dan meningkatnya emisi gas rumah kaca,” katanya.

Sundram juga menyesalkan ilmuwqn Eropa yang sering melontarkan kritik pedas ke negara negara asia padahal di negara eropa sendiri banyak memanfaatkan lahan gambut untuk kepentingan ekonomi, baik sebagai briket,juga sebagai lahan pertanian, hutan tanaman, dan holtikultur.

“Ini adalah sektor-sektor ekonomi penting di Eropa. Mereka melindungi sektor ekonominya tetapi dengan menyerangsektor ekonomi wilayah lain,” ujar Sundram.

Akademisi dari Institut Pertanian Bogor Prof Supiandi juga sepandangan dengan Sundram. Pakar bidang pertanahan ini menambahkan bahwa yang penting dalam pengelolaan lahan gambut ialah menjaga dalam kondisi tetap lembab agar jika musim kemarau tidak kering dan mudah terbakar.

Selain itu ujarnya pelibatan masyarakat di sekitar wilayah lahan gambung juga akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaanblahan gambut secara lestari. "Saya sudah mengunjungi beberpa wilayah lahan gambut. Di Miri Malaysia, misal, masyarakat terlibat langsung menjaga lahan gambut dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah, baik di bidang pendanaan dan teknis," ujarnya.

Hal ini juga sudah dimulai di Riau, ada salah satu perusahaan besar di Palalawan yang sudah melibatkan perangkat desa untuk menjaga kelembaban lahan gambut dan bersiaga mencegah kebakaran hutan saat kemarau tiba. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya