Aturan Izin Penangkaran Personal Harus Lebih Disosialisasikan

PUTRI ROSMALIA OKTAVIYANI
16/8/2016 09:34
Aturan Izin Penangkaran Personal Harus Lebih Disosialisasikan
(ANTARA/MAULANA SURYA)

JUAL beli ilegal satwa langka masih menjadi tantangan upaya konservasi.

Tercatat setiap tahun Indonesia men derita kerugian hingga mencapai Rp9 triliun. Untuk mengendalikan hal tersebut, sosialisasi pada seluruh lapisan masyarakat dianggap menjadi modal penting untuk terus dilakukan. Tidak hanya akan larangan jual beli satwa langka, tetapi juga peraturan yang memungkinkan bagi masyarakat memiliki izin penangkaran satwa.

“Kami upayakan agar masyarakat mengetahui adanya aturan izin penangkaran personal, dengan tujuan menekan kepemilikan atau jual beli secara ilegal dan mencegah kepunahan,“ ungkap Kepala Balai Nasional Bali Barat, Tedi Sutedi.

Dikatakan Tedi, dengan adanya izin tersebut, masyarakat dimungkinkan untuk menjadi mitra pemerintah untuk bersama melakukan konservasi satwa langka. Termasuk melakukan pemantauan lapangan secara langsung dalam praktik jual beli satwa.

Salah satunya yang sudah mendapatkan manfaat dari berjalannya aturan tersebut menurut Tedi ialah jalak bali. Satwa endemis Bali tersebut sebelumnya pada 1990-an hanya tersisa 5-10 ekor di alam setiap tahun.

Namun, dengan penangkaran yang dilakukan pemerintah dan masyarakat pemegang izin, saat ini ratusan jalak bali bisa terus dikembangbiakkan.

“Kami memberi izin sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, monitor juga terus dilakukan untuk menjamin kondisi satwa yang ditangkarkan,” ungkap Tedi.

Suhana, salah seorang warga asal Bandung pemilik izin penangkaran jalak bali, mengatakan telah mendapat izin penangkaran sejak 1994 silam. Hingga saat ini setidaknya 250 jalak bali berada di lokasi penangkaran miliknya di Kota Bandung.

“Saya merasa bahwa izin ini memang sangat berguna meskipun tidak saya mungkiri masih kerap melihat adanya penjual yang tidak resmi bahkan memalsukan sertifi kat.

Namun, untuk yang serius memiliki hobi atau niat berbisnis dengan benar tentu sertifi kat ini sangat penting,” ungkap Suhana.

Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Tachrir Fatoni, mengatakan upaya pengentasan praktik jual beli satwa langka ilegal terus dilakukan. Mu lai sosialisasi, pengawasan lapangan, hingga upaya peningkatan penegakan hukum.

“Pengajuan revisi telah dilakukan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dengan demikian, diharapkan hukuman dapat diperberat,“ ungkap Tachrir.

Sosialisasi dilakukan melalui kerja sama berbagai pihak, mulai pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, hingga komunitas pecinta satwa. Salah satunya dengan kampanye dan parade konservasi ratusan kalangan masyarakat demi mendengungkan konservasi di arena car free day, kemarin.

Rumah beragam satwa
Seperti diketahui, saat ini kawasan konservasi Indonesia memiliki luas total 27 juta ha. Seluruhnya terbagi atas 7 jenis kawasan, yakni 51 taman nasional, 123 taman wisata alam, 27 taman hutan raya, 11 taman buru, 220 cagar alam, 77 suaka margasatwa, serta 49 kawasan suaka alam (KSA)-kawasan pelestarian alam (KPA).

Selain itu, wilayah konservasi juga merupakan tuan rumah bagi beraneka-ragam jenis tumbuhan dan satwa. Tercatat, terdapat 27.500 jenis tumbuhan berbunga yang berkontribusi sekitar 10% tumbuhan berbunga di dunia, 515 jenis mamalia yang berkontribusi sekitar 12% mamalia di dunia, 781 jenis reptil dan amfibi yang berkontribusi 16% reptil dan amfibi di dunia, 1.539 jenis burung yang berkontribusi 17% jenis burung di dunia, serta lebih dari 25% jenis ikan laut dan tawar di dunia yang terdapat di Indonesia.

Di Indonesia, izin pemeliharaan dan penangkaran satwa langka untuk perseorangan bisa didapat melalui proses pengajuan melalui Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Daerah serta KLHK. Namun, dengan beberapa syarat, seperti hewan langka yang bisa dimanfaatkan untuk dijual atau dipelihara ialah yang didapat dari penangkaran, bukan diambil dari alam. Selanjutnya, hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran hanya yang sudah masuk kategori F2 atau hewan yang sudah generasi ketiga saat berada di penangkaran serta hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah ditangkarkan hanya hewan dengan kategori appendix 2 atau hewan langka yang dilindungi di alamnya dan berjumlah tidak kurang dari 800 ekor di alam. (H-2) putri@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya