Pendidikan dan Dunia Industri Harus Selaras

PUTRI ANISA YULIANI
16/8/2016 09:05
Pendidikan dan Dunia Industri Harus Selaras
(Rektor Universitas Trilogi, Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, MSc--MI/Arya Manggala)

BELUM cocoknya kebutuhan industri dengan kehadiran lulusan-lulusan perguruan tinggi di dalam negeri membuat begitu banyak sarjana berakhir menjadi penganggur.

Hal itu disayangkan Rektor Universitas Trilogi Prof Dr Ir Asep Saefuddin MSc. Saat ditemui Jumat (29/7), Asep menyatakan hal itu disebabkan diskonektivitas antara tenaga kerja yang dicetak perguruan tinggi dan tenaga kerja yang dibutuhkan industri.

“Selama ini ada diskonektivitas. Tiap-tiap industri dan perguruan tinggi enjoy sendiri. Perguruan tinggi merasa yang penting ada yang sekolah. Selanjutnya silakan industri bisa menyerap atau tidak,” kata Asep kepada Media Indonesia.

Asep pun menilai harus ada perbaikan dari segi kurikulum pada perguruan tinggi agar lulusan bisa terserap oleh industri. Jika hal itu tak dilakukan, baik industri maupun perguruan tinggi dalam negeri tidak akan maju. Hal itu akan berdampak negatif pada kemajuan bangsa.

“Harus ada yang diperbaiki dari segi kurikulum di perguruan tinggi. Ini mengingat 80% tenaga kerja yang terserap oleh industri dalam negeri masih lulusan sekolah dasar hingga menengah. Padahal, di negara tetangga seperti Malaysia, tenaga kerja yang terserap mulai bergeser ke arah yang lebih tinggi yakni sarjana,“ ungkap Asep.

Jalan tengahnya ada pada pemerintah yang harus bisa berperan dalam mendor ong perguruan tinggi untuk mengubah kurikulum. Untuk melakukan hal tersebut, baik pihak industri maupun pihak perguruan tinggi harus saling terbuka.

Perguruan tinggi diharapkan terbuka agar mampu mencetak sarjana dan terserap di dunia kerja. Sementara itu, industri pun diharapkan terbuka mengenai kebutuhan tenaga kerja.

“Selama ini industri agak tertutup, ya. Sementara itu, perguruan tinggi cukup stagnan dalam mencetak sarjana. Begitu lulus tapi tidak terserap buat apa?“ tuturnya.

Asep menambahkan perbaikan itu mendesak dilaku kan. Hal itu disebabkan, selain ada momen Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah harus dihadapi, Indonesia akan mendapat bonus demografi pada 2020. Karena itu, pemerintah bukan hanya harus terus menyiapkan tenaga kerja agar siap bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain, melainkan juga harus mampu menyiapkan tenaga kerja yang mumpuni.Jika tak terserap industri, bonus demografi yang tidak dipersiapkan dengan baik malah akan menimbulkan banyak pengangguran.

“Kita akan segera menghadapi masa di saat usia produktif akan sangat melimpah. Ini harus diper siapkan dengan baik agar mendatangkan hal positif, bukan malah sebaliknya. Untuk itu, kita harus bergerak cepat dalam menyesuaikan diri,” ujar Asep.

Perguruan tinggi pun diharapkan bisa menanamkan jiwa kewirausahaan ke dalam diri mahasiswa baik melalui intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.

Kegiatan ekstrakurikuler pun dianggap sangat penting meskipun sering dipandang kegiatan tambahan.

Asep meyakini pembelajaran keorganisasian di dalam tubuh ekstrakurikuler bisa melatih mahasiswa menjadi seorang aktivis dan mumpuni di bidangnya.

“Kini kita membutuhkan banyak mahasiswa yang bisa membuat start-up bisnis di berbagai bidang. Biasanya orang yang memiliki jiwa tersebut ialah orang yang memiliki lingkup pergaulan maupun aktivitas luas di organisasi. Di industri pun lulusan yang aktif di organisasi lebih diperhitungkan daripada yang tidak,” imbuhnya.

Terakhir, Asep juga menekankan universitas bisa terbuka untuk mengubah penekanan akademis menjadi berbasis riset untuk keperluan kebutuhan industri dan memberi masukan bagi kebijakan pemerintah. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya