KontraS Temukan Kejanggalan Penerbitan SP3 Kasus Kebakaran Hutan

Damar Iradat/MTVN
08/8/2016 14:38
KontraS Temukan Kejanggalan Penerbitan SP3 Kasus Kebakaran Hutan
(Antara/FB Anggoro)

KOMISI untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai ada beberapa kejanggalan terkait pengeluaran Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3) terhadap 15 perusahaan yang disangka melakukan pembakaran hutan di Riau tahun lalu.

Salah satu kejanggalan yang ditemukan yakni saat KontraS mengadakan korespondensi bersama beberapa Kejaksaan Tinggi. Dari hasil korsespondensi, KontraS menemukan pada kasus kebakaran hutan telah ditetapkan lima orang tersangka.

"Namun, dalam kenyataannya, salah satu tersangka sudah meninggal dunia," ungkap Kepala Divisi Advokasi Hak Ekonomi Sosial KontraS Ananto Setiawan usai melakukan audiensi dengan Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/8).

Kejanggalan lainnya, tambah dia, yakni cepatnya proses penetapan tersangka, kemudian, hanya dalam waktu enam bulan juga sudah dikeluarkan SP3. Hal ini menjadi tanda tanya besar KontraS dan sebagian masyarakat.

Ananto menganggap, keluarnya SP3 dalam kasus kebakaran hutan di Riau tidak tepat. Sebab, masih banyak upaya hukum lain yang bisa dilakukan oleh pihak Polda Riau dalam mencari bukti-bukti.

"Kami juga sangat menyayangkan keputusan pihak Polda Riau, karena berdasarkan Pasal 88 Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan, barang siapa yang tindakan usahanya merugikan lingkungan, itu harus bertanggung jawab mutlak," papar dia.

Tidak hanya itu, KontraS juga mempertanyakan soal kinerja lembaga-lembaga terkait dalam penanganan kasus kebakaran hutan di Riau. Ananto mengatakan, lembaga seperti Komnas HAM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Bareskrim Polri belum bekerja secara maksimal.

Buktinya, tutur dia, kebakaran hutan masih saja terjadi. Selain itu, pemerintah dan lembaga-lembaga terkait juga belum bisa bertanggung jawab kepada korban-korban kebakaran hutan.

Ananto juga menyayangkan, ketiga lembaga tersebut tidak bekerja dengan padu. Masing-masing lembaga, kata dia, memiliki data yang satu sama lain berbeda-beda.

"Dari kacamata kami, melihat kasus kebakaran hutan ini, sudah semestinya pihak-pihak terkait memiliki satu rancang bangun yang terpadu untuk paling tidak menanggulangi kasus kebakaran hutan ini agar tidak terjadi lagi," tegasnya.

Ombudsman belum bisa tindaklanjuti

Sementara itu, anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengaku belum bisa menindaklanjuti data temuan dari KontraS terkait terbitnya SP3 yang dikeluarkan Polda Riau. Ahmad menjelaskan, hal ini disebabkan Ombudsman butuh laporan dari pihak-pihak yang terdampak kerugian dari terbitnya SP3 tersebut.

"Secara resmi harus ada laporan. Karena, itu data penting sekali, tapi kalau hanya data seperti itu, hanya akan menjadi investigasi, saran perbaikan struktural. Tapi, kalau untuk rekomendasi, kita masih membutuhkan pelaporan," jelas Ahmad.

Namun demikian, Ahmad secara pribadi turut prihatin dengan keluarnya SP3 ini. Namun, dengan adanya informasi dari KontraS, Ombudsman berniat untuk mendorong agar penegakan hukum terkait kebakaran hutan untuk terus dilakukan bersama-sama, baik lembaga negara maupun masyarakat.

"Makanya tadi kami juga sudah bilang ke teman-teman KontraS, kalau bisa ditindaklanjuti dengan data-data maladministrasi, nanti kami bisa menindaklanjuti dengan cara mendorong penegakan hukum itu," ucapnya.(X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya