Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PENTAS Langen Beksa Adiluhung Keraton Nusantara di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Rabu (13/5), itu bukan cuma istimewa karena seluruh tiket habis terjual serta tari klasik Jawa dengan gamelan yang mengiringinya. Namun, perhatian juga terarah pada anak-anak muda yang berada di belakang gong, saron, dan bonag.
Mereka, pegiat di Komunitas Samurti Andaru Laras Gamelan yang berusia 17-40, rutin latihan setiap Minggu pukul 10.00-12.00 di Sanggar Sekar Budaya Nusantara pimpinan Nani Soedarsono, di Jalan Duren Tiga No 38, di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Tim Samurti selalu bangga bisa menjadi salah satu kelompok yang masih menghargai budaya Indonesia. Oleh karena itu, kita selalu memberikan penampilan yang terbaik dari apa yang sudah kita pelajari bersama," ujar Muhammad Jayuli, akrab disapa Jay, 26, yang mengisi posisi gerong atau vokal pria di komunitas itu.
"Ibu Nani berbaik hati meminjamkan seperangkat gamelan cuma-cuma. Beliau hanya meminta kami untuk membiayai sendiri biaya operasional seperti iuran pelatih dan iuran kebersihan. Kontribusi Beliau dan konsistensi teman-teman berlatih bisa membuktikan masyarakat Jakarta masih peduli dengan pelestarian budaya. Mereka juga sering kaget dan bilang wah masih muda-muda, ya, pemainnya," ujar Jay.
Masih eksis
Bisa menjadi salah satu anggota Samurti Gamelan memang tidak pernah terbayangkan oleh Putri Nurjanah. Wajar saja, perempuan 26 tahun itu awalnya sama sekali tidak mengetahui apa itu gamelan, terlebih harus memainkannya.
Barulah saat menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA di Jakarta Selatan, Putri menemukan seperangkat alat musik gamelan di kampusnya. Beberapa hari kemudian, ternyata banyak orang memainkan alat musik tersebut, tetapi dengan usia yang tergolong tua.
"Awalnya saat berkeliling di kampus saya dan ternyata selama ini kampus memiliki seperangkat gamelan. Mau ikut belajar, tapi agak malu karena pesertanya sebagian besar sudah berusia 40 tahun ke atas. Yang berusia seperti saya tidak ada," kenang Putri.
Namun karena keberanian hati, akhirnya Putri mencoba bergabung untuk belajar dan mengetahui cara bermain gamelan. "Saya memang suka musik dan dulu pernah mencoba kursus gitar meski berhenti di tengah jalan. Sampai akhirnya teringat pada keinginan masa kecil untuk bisa memainkan alat musik tradisional Indonesia dan ternyata dipertemukan di kampus," sambungnya.
"Kalau (gamelan) dibilang terlunta di dalam negeri tidak sepenuhnya benar, tetapi memang ada benarnya juga karena peminat dari kalangan muda masih sedikit. Selain harga seperangkat gamelan yang sangat mahal, alat musik itu tidak bisa dimainkan sendiri dan harus satu tim," jelas Putri.
Sementara itu, salah satu anggota di Samurti Gamelan, Achi Hartoyo, menjelaskan gamelan berasal dari kata gamel yang berarti tabuh/pukul. Gamelan sendiri berarti alat musik yang dipukul karena mayoritas memang dipukul, sedangkan untuk pemula bisa main gending-gending lancaran.
"Gamelan ada di Padang (talempong), Sunda (degung), Jawa (gamelan), Bali, dan Lombok. Karakter gamelan yang menonjol dari setiap daerah dan suku pun berbeda-beda. Gamelan Sunda mendayu-dayu, sedangkan Jawa lembut dan anggun. Di Bali, karakter gamelan yang dihasilkan dinamis dan rancak," ujar Achi. Dari Duren Tiga, cinta kepada gamelan terus dihidupkan, dirawat, dan ditumbuhkan. (Rio/M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved