Pendanaan Riset Diperbaiki

Puput Mutiara
28/7/2016 09:45
Pendanaan Riset Diperbaiki
(MI/Panca Syurkani)

SEJALAN dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No 106/PMK.2/2016 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2017, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) melakukan terobosan baru di bidang riset.

Menristek dan Dikti M Nasir mengatakan,salah satu terobosan itu menyangkut perubahan tata kelola keuangan riset. Menurutnya, jika selama ini peneliti kerap direpotkan dengan laporan riset berbasis aktivitas penelitian, kini peneliti bisa lebih fokus pada hasil penelitian.

“Kita akan perbaiki tata kelola ke­uangannya. Dengan begitu, saya yakin produktivitas riset akan naik menjadi jauh lebih baik,” ujarnya saat jumpa pers bertajuk Standar Biaya Keluaran untuk Subkeluaran Penelitian Menyambut Masa Emas Riset Indonesia, di Jakarta, kemarin.

Ia menjelaskan, mekanisme pe­ngucuran dana riset bagi para peneliti akan dibagi menjadi dua tahap. Alokasi pertama sebesar 70% diberikan di awal untuk memenuhi kebutuhan material penelitian. Adapun sisanya, 30%, diberikan setelah ada laporan hasil riset yang telah lolos evaluasi.

Apabila dari hasil evaluasi ditemukan ketidaksesuaian, imbuhnya, tidak menutup kemungkinan alokasi dana 70% yang sudah dikucurkan harus dikembalikan. Hal itu guna mengefisienkan anggaran riset agar tepat sasaran.

“Nanti ada tim kami yang akan mengecek,” kata Nasir.

Ia menambahkan, alokasi dana riset untuk tahun ini sudah cukup besar, yaitu sekitar Rp1,5 triliun. Jumlah tersebut berasal dari 30% anggaran biaya operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) yang mencapai Rp4,5 triliun.

Selain itu, lanjut Nasir, masih ada tambahan dana riset dari kementerian/lembaga lain di luar Kemenristek dan Dikti. Total anggaran riset pada lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Badan Tenaga Atom Nasional mencapai Rp6 triliun.

“Target kami yaitu pada 2017 nanti akan dimulai era emas riset di Indonesia. Jadi mulai sekarang harus kita dorong agar para peneliti terus mengembangkan hasil penelitian mereka,” tandas Nasir.

Reformasi regulasi
Pada kesempatan sama, Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristek dan Dikti Muhammad Dimyati mengatakan, agar cita-cita menuju era emas riset di 2017 bisa tercapai, terlebih dulu pihaknya melakukan reformasi regulasi tahun ini.

Beberapa regulasi, seperti Peraturan Presiden (Perpres) No 54/2010, sudah diusulkan direvisi supaya penelitian bisa berjalan secara multiyears atau berkelanjutan. Selain itu, konsep Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) juga sudah mendapat persetujuan dan perpresnya segera diajukan.

“Semoga rumusan-rumusan kita masuk semua. Kalau paket reformasi kebijakan kita berjalan lancar, nanti pasti berebut yang ingin melakukan penelitian,” tutur Dimyati.

Ia pun optimistis target pemerintah menjadikan Indonesia sebagai negara nomor dua dengan jumlah publikasi ilmiah terbesar di Asia tenggara di 2019 bisa tercapai. Saat ini, posisi posisi Indonesia nomor empat setelah Malaysia, Singapura, dan Thailand.

“Jumlah publikasi kita sekarang baru sekitar 6.000, sedangkan Thailand saja sudah 12.000. Dengan adanya kemudah­an administrasi dan reformasi regulasi, kita bisa jadi nomor satu,” pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya