Indonesia Usulkan Kampung Kota

Faishol Taselan
28/7/2016 05:10
Indonesia Usulkan Kampung Kota
(ANTARA /DIDIK SUHARTONO)

INDONESIA mengajukan Kampung Improvement Program, sebuah program usulan yang di negara lain tidak ada, di hadapan peserta Prepcom 3 for United Nations (UN) Habitat III yang diselenggarakan di Surabaya, kemarin.

Pemerintah pun menyatakan akan terus mempertahankan program kampung itu supaya kampung-kampung yang ada tetap bersih dan sehat.

Usul itu disampaikan Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Dwityo A Soeranto pada acara yang membahas program PBB itu.

"Indonesia sangat berperan penting dalam merumuskan agenda perkotaan dunia 20 tahun ke depan. Sejumlah ide ditawarkan Indonesia untuk dinegosiasikan dalam perumusan Zero Draft New Urban selama UN Habitat di Surabaya," ujar Dwityo.

Ada tiga hal yang akan masuk agenda pembahasan pertemuan di Surabaya, antara lain tata kelola perkotaan (urban governance), perencanaan perkotaan (urban planning), dan pendanaan perkotaan (urban financing).

Ketiganya merupakan elemen penting dalam pembahasan mempersiapkan new urban agenda yang akan diadopsi dalam perkotaan dunia.

Dwityo menjelaskan, di Surabaya dapat dilihat, kawasan Kenjeran yang dulu kumuh sekarang ditata sehingga punya sanitasi baik, bangunan dibuat lebih sehat, serta jalan setapak kini tidak becek lagi dan lebih lebar.

Mengenai isu infrastruktur, pemerintah Indonesia melalui Kementerian PU-Pera sudah memiliki target nasional 100-0-100 yang tercantum dalam rancangan RPJMN 2015-2019, yakni target 100% akses air minum aman, 0% kawasan permukiman kumuh, dan 100% akses sanitasi layak.


Ruang publik

Di sela-sela acara internasional itu, kemarin, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersama sejumlah delegasi UN Habitat III meresmikan Balai Budaya Cak Markeso, yakni rumah joglo yang dijadikan ruang publik oleh warga Ketandan, Kelurahan/Kecamatan Genteng, Surabaya.

Rumah joglo itu merupakan hasil kerja sama United Cities Local Governments Asia Pacific (UCLG Aspac), UN Habitat, dan Pemkot Surabaya.

Sekjen UCLG Aspac Bernardia Irawati Tjandradewi mengatakan ruang publik tidak hanya berupa ruang terbuka hijau, tapi juga berupa bangunan yang bisa difungsikan warga untuk berkumpul dan memperkuat interaksi sosial.

Balai budaya itu diberi nama Cak Markeso--tokoh ternama ludruk--dengan tujuan mempersatukan dan memelihara warisan budaya di area itu.

"Balai budaya ini tidak akan berdiri tanpa peran warga. Saya dengar warga rela tidak tidur untuk membangunnya dan inilah yang membuat mereka merasa memiliki bangunan ini," ujar Bernardia yang mengaku pernah berkunjung dan jatuh cinta dengan Ketandan, kampung di sebelah barat ruas Jalan Tunjungan.

Risma mengatakan Kampung Ketandan yang dikepung bangunan hotel dan mal sangat krusial untuk hidupkan pusat kota.

Kampung yang tepat di jantung Kota Surabaya itu hidup selama 24 jam karena warga aktif berinteraksi.

Beda dengan kawasan pertokoan yang sudah mati pukul 22.00 WIB.

"Mereka yang jaga hidup kota selama 24 jam. Karena itu, saya berusaha semampu saya untuk mempertahankan kampung ini. Sejarah Surabaya itu terbentuk dari kampung-kampung," ujar Risma. (AB/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya