Hak Badan POM Jangan Diambil

MI
27/7/2016 10:14
Hak Badan POM Jangan Diambil
(MI/Galih Pradipta)

KASUS peredaran vaksin palsu yang diduga sudah terjadi sejak 2003 kembali mencuat ke permukaan. Berbagai spekulasi muncul, terutama soal penyebab kejadian tersebut berulang hingga menuai keresahan masyarakat. Berikut petikan wawancara Media Indonesia dengan Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta. Menurutnya, hal itu tidak terlepas dari lemahnya pengawasan pemerintah lantaran aturan yang tidak sesuai.

Peraturan menteri kesehatan (permenkes) mana saja yang dianggap melemahkan fungsi dan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan apa isinya?
Pertama, Permenkes No 30/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, khususnya Pasal 8. Kedua, Permenkes No 35/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, khususnya Pasal 9. Berikutnya, Permenkes No 58/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, khususnya Pasal 9, dan keempat, Permenkes No 63/2014 tentang Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue) serta kelima, Permenkes No 2/2016 tentang Penyelenggaraan Uji Mutu Obat pada Instalasi Farmasi Pemerintah, khususnya Pasal 6.

Apa dampak dari setiap permenkes itu terhadap Badan POM?
Secara keseluruhan, saya melihat dengan adanya permenkes-permenkes itu, tugas yang seharusnya dilakukan Badan POM diambil alih oleh Kemenkes. Terutama soal pembinaan dan pengawasan, Badan POM tidak bisa masuk di puskesmas ataupun apotek. RS juga sudah diambil alih oleh Kemenkes dan dinas kesehatan.
Kemudian untuk melakukan uji klinis, kalau dulu Badan POM yang di lapangan bisa langsung, sekarang harus dilaporkan ke Kemenkes 10 hari sebelum ditetapkan. Jadi kalau mau merazia, Badan POM harus lapor dulu ke Kemenkes. Razia-razia dari Badan POM tidak ada lagi.

Bagaimana Bapak melihat posisi Badan POM saat ini?
Tugas Badan POM diambil semua sama Kemenkes. Hak dan kewajibannya diambil.

Perlukah revisi terhadap beberapa permenkes tersebut?
Kalau Dede Yusuf kemarin menyatakan akan mencabut permenkesnya itu malah bagus. Kemenkes itu kan sebagai regulator bukan sebagai pelaksana. Tugas regulator mengurus peraturan perundang-undangan saja, kalau sekarang kan double agent. Badan POM untuk pengawasannya, pelaksana. Dia melaksanakan kebijakan dari Kemenkes.

Lalu bagaimana menyikapi kondisi sekarang ini, terlebih dengan adanya kasus peredaran vaksin palsu?
Mestinya Ketua Satgas penanganan vaksin kebiri juga jangan dari Kemenkes. Masak sudah jelas-jelas banyak kasus dan notabene mereka terlibat, tapi malah dijadikan ketua satgas? Alangkah eloknya jadi anggota saja sih boleh. (Mut/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya