Keluarga Pilih Vaksinasi di Puskesmas

Gan/Mal
23/7/2016 07:40
Keluarga Pilih Vaksinasi di Puskesmas
(MI/ BARY FATHAHILAH)

KARENA trauma melakukan vaksinasi di rumah sakit, sejumlah orangtua memilih memberi vaksinasi ulang buah hati mereka di posyandu atau puskesmas terdekat.

"Ternyata vaksin gratis dari posyandu dan puskesmas justru yang lebih aman," ungkap Anindhita, 30, ibu satu anak warga Kemang Pratama, Bekasi, kemarin.

Anindhita mengaku memvaksinasi anaknya di RS St Elizabeth, Bekasi, sejak anaknya dilahirkan.

"Terakhir, saya vaksin di sini sekitar Maret 2016, biayanya cukup mahal sekitar Rp750 ribu," ungkap Dhita, sapaan akrab Anindhita.

Meski telah melaporkan diri kepada pihak rumah sakit, Dhita tetap enggan memvaksin anaknya di rumah sakit tersebut.

Bahkan, bila pihak rumah sakit menggratiskan pemberian vaksin pun Dhita tetap akan membawa anaknya ke puskesmas terdekat.

Hal senada juga diungkapkan Agus, keluarga korban vaksin palsu lainnya.

Ia mengaku anaknya, Arjuna, sudah 12 kali mendapat vaksinasi di RS Karya Medika II, Tambun, Kabupaten Bekasi.

Terakhir, vaksin diberikan kepada anaknya Juni 2016.

Namun, kini Agus tidak berminat lagi membawa anaknya ke rumah sakit untuk vaksinasi.

"Saya kapok vaksin di rumah sakit, ternyata palsu," kata Agus.

Sementara itu, kemarin, orangtua korban vaksin palsu resmi menggugat Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur, karena merasa diabaikan.

"Setelah mengatakan akan tanggung jawab, (RS Harapan Bunda) sampai hari ini tidak pernah menemui kami lagi dan tiba-tiba pada Rabu dan Selasa kemarin mereka melakukan vaksin ulang. Dasar datanya dari mana melakukan vaksin ulang," ujar perwakilan orangtua korban vaksin palsu Maruli Silaban, 37, saat mendaftarkan gugatan dengan nomor perkara 302/pdt.G/2016/PN.JKT.TIM di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.

Menurut Maruli, dasar pengajuan gugatan mereka ialah adanya dugaan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan pihak rumah sakit dalam penggunaan vaksin palsu.

"Pertama ada informasi yang menyebutkan vaksin ulang hanya untuk anak yang divaksin dari Januari sampai Juli 2016. Setelah itu, muncul statement seluruh anak yang divaksin di RS Harapan Bunda boleh divaksin ulang tanpa rekam medis. Kami jadi bingung," kata Maruli.

Kuasa hukum Maruli, Ronny Hakim, mengatakan, dalam gugatan tersebut, pihaknya tidak hanya menggugat RS Harapan Bunda, tetapi juga dokter Muhidin, Menteri Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).

Orangtua korban vaksin palsu juga menuntut pemerintah melalui Menteri Kesehatan agar memberi sanksi pencabutan izin operasional dan atau menurunkan akreditasi RS Harapan Bunda.

"Ini agar memberikan efek jera bagi rumah sakit. Agar kejadian serupa tidak lagi terulang," jelasnya. (Gan/Mal/X-13)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya