Pengawasan Perkuat Moratorium

Ric/S-4
20/7/2016 14:41
Pengawasan Perkuat Moratorium
()

DEPUTI Direktur Sawit Watch Ahmad Surambo meminta agar Inpres Moratorium Sawit yang segera diterbitkan pemerintah tidak meng­ulangi kesalahan yang sama dengan moratorium pemberian izin baru kawasan hutan sebelumnya, sebab selama ini produk moratorium serupa masih minus pengawasan.

“Sebaiknya pengawasan melibatkan masyarakat publik seluas-luasnya. Kalau saat ini masih terbatas penerbitan peta indikatif. Perlu ada sosialisasi hingga ke daerah,’’ ujarnya kepada Media Indonesia, kemarin.

Sosialisasi ke daerah, lanjut dia, bisa meminimalisasi konflik agraria yang kini masih marak terjadi terutama di kawasan hutan dan gambut antara korporasi dan masyarakat seperti di Kalimantan Tengah.

Selain pengawasan, ia menyarankan perlunya sinergi yang baik antara kementerian dan lembaga, serta dengan pemerintah daerah. Itu diperlukan lantaran moratorium pembukaan lahan sawit yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) masih bertabrakan dengan kebijakan UU No 39/2014 tentang Perkebunan yang mewajibkan perusahaan memiliki hak guna usaha dan izin usaha pertambangan.

“Karena itu, pemerintah perlu mengkaji ulang sejumlah perizinan agar serius dalam moratorium izin baru perkebunan sawit,’’ ucap dia.

Sebelumnya, Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan Kementerian LHK San Afri Awang menyatakan Kementerian LHK telah mengeluarkan keterangan tidak akan melanjutkan proses perizinan pelepasan hutan serta tukar-menukar kawasan hutan untuk perkebunan sawit. ‘‘Tidak akan kami proses sampai moratorium berupa inpres nanti keluar,’’ terangnya.

Menurut dia, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, selama masa moratorium, pemerintah akan mengeluarkan panduan tata kelola agar produksi kelapa sawit tetap meningkat. Karena itu, pelaku usaha harus menggenjot bagian penelitian dan pengembangan mereka untuk menemukan terobosan baru dalam meningkatkan produksi kelapa sawit.

Berdasarkan data, saat ini jumlah perkebun­an kelapa sawit di Indonesia mencapai 11,4 juta hektare yang terdiri dari 7,1 juta hektare lahan milik korporasi dengan penghasilan rata-rata 3 ton per hektare per tahun, dan 4,3 juta hektare kawasan perkebunan rakyat dengan penghasilan rata-rata di bawah 2 ton per hektare per tahun. “Kami akan meminta agar kenaikan produksi mencapai 6 ton per hektare per tahun, ini yang diminta Presiden agar rakyat sejahtera dengan kebun mereka,’’ tutup San Afri. (Ric/S-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya