Siap Layani Pasien Mancanegara

Ros/H-2
20/7/2016 09:41
Siap Layani Pasien Mancanegara
(MI/Rosmery Sihombing)

MODERN Cancer Hospital Guangzhou (MCHG) yang didirikan Bo Ai, sebuah grup investasi medis terbesar di Tiongkok pada 28 Agustus 2005, dan sejak 3 Juli lalu berubah nama St Stamford Modern cancer Hospital Guangzhou (SMCHG) memiliki 2.000 karyawan yang terdiri dari staf administrasi, tim dokter, perawat, dan lainnya. Khusus di MCHG, sekitar 500 karyawan bekerja melayani para pasien dari seluruh penjuru dunia untuk berobat.

“Rumah sakit kami boleh dibilang pemimpin teratas dalam menangani kanker stadium awal, menengah, dan akhir. Lebih dari 30 ribu pasien sembuh dan mengucapkan terima kasih,” kata Direktur SMCHG Wang Huai Zhong.

Perbedaan ras, bahasa, agama, kulit, tambah Wang, tidak menghalangi para dokter untuk mengobati pasien.

Kanker, lanjutnya, masih menjadi persoalan yang mendunia. Menurut Wang yang mengutip laporan organisasi kesehatan dunia WHO, pada 2035 kasus kanker diperkirakan akan meningkat 50% dari jumlah penderita saat ini.

“Ini sangat menyedihkan. Sebab itu, diperlukan kerja sama bukan hanya antara pasien dan dokter, melainkan juga media massa untuk menyebarluaskan konsep pengobatan kanker yang benar sehingga lebih banyak lagi orang yang mau membangun kesadaran melawan kanker,” jelasnya.

Di tempat yang sama, tampil pula anggota tim medis multidisiplin (MDT), yakni Kepala Departemen Onkologi Minimal Invasif Bai Haishan, profesor pembimbing program master Wang Xin, direktur pertukaran medis Liu Lvguang, kepala dokter onkologi Peng Xiachi, Prof Thai, dan dokter lainnya, termasuk dokter ahli herbal.

Menurut Peng, MDT merupakan sebuah tim yang terdiri dari ahli onkologi berbagai departemen medis, seperti onkologi, traditional Chinese medicine (TCM), intervensi, perawatan, dan gizi.

“Tiap pasien kondisinya berbeda-beda walaupun menderita jenis kanker yang sama. Nah, tim medis inilah yang akan menentukan metode pengobatan sesuai dengan kondisi pasien. Dengan begitu, bisa meminimalkan efek samping, memperpanjang harapan hidup, dan efektivitas pengobatan,” jelas Peng.

Saat ditanya soal pengobatan herbal, Thai mengatakan obat-obatan herbal lebih diarahkan ke pembuluh darah, nutrisi, dan meningkatkan daya tahan tubuh, atau pada masa pemulihan.

Lebih lanjut, para wartawan diperkenankan mewawancarai para pasien yang dari beberapa negara yang sedang menjalani perawatan. Rombongan wartawan Indonesia pun bertemu dengan pasien dari Medan, Sumatra Utara Bawaja Hutapea, 72, yang ditemani istrinya, Romas Niari Manullang.

Bawaja yang menderita kanker paru stadium 4 itu mengaku sudah menjalani terapi sejak Mei 2015. Selama setahun lebih itu ia bolak-balik dan sudah mendapatkan 7 kali terapi jiru, 2 kali terapi cyro, dan 13 kali kemoterapi.

“Tadinya kanker di paru saya sebesar 3,8 cm. Setelah terapi, 2 cm. Cuma saya datang lagi ke sini karena ada kecurigaan menyebar ke tulang dan otak,” ujar sang istri.

Saat ditanya soal biaya, Niari mengatakan sekitar Rp30 juta sampai Rp50 juta sekali terapi.

“Di Paru ada pengecilan, tapi kok ada yang ke otak,” tambah Bawaja yang direkomendasi berobat ke Guangzhou oleh adiknya yang dokter di Jakarta. (Ros/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya