Pertegas Sanksi Pungutan Liar di Sekolah

Puput Mutiara
14/7/2016 07:10
Pertegas Sanksi Pungutan Liar di Sekolah
(MI/PANCA SYURKANI)

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum memiliki peraturan hukum yang jelas terkait dengan sanksi bagi oknum di sekolah yang kerap mengambil pungutan liar (pungli) kepada orangtua siswa baru. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 44/2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar lebih menekankan larangan sekolah memungut iuran apa pun di luar ketentuan, tetapi tidak mengatur pemberian sanksi.

“Harus ada dasar hukum pemberian sanksi pidana, termasuk untuk yang membayar. Dasarnya gratifikasi kan kedua belah pihak,” kata pakar pendidikan Arief Rachman saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Pada prinsipnya, imbuh guru besar di Universitas Negeri Jakarta itu, pungli harus diatasi dengan memberi aturan hukum yang jelas. Selain itu, lanjutnya, perlu ada pengawasan ketat dari pemerintah, dewan pendidikan, dan komite sekolah.

“Kalau peraturannya sudah ada, awasi bersama-sama. Masyarakat juga harus diberi pemahaman supaya jelas mana hak dan kewajiban,” cetus dia.

Menurut Arief, ada tiga hal yang harus dibenahi untuk mencegah terjadinya pungli. Pertama, urusan keuangan penerimaan siswa baru diatur berdasarkan peraturan sekolah yang mengacu pada permendikbud dan undang-undang. Kedua, dewan pendidikan dan komite sekolah di setiap daerah mesti benar-benar bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi mereka. Ketiga, pastikan orangtua mengetahui batasan iuran apa saja yang diperbolehkan.

Inspektur Jenderal Kemendikbud Daryanto mengatakan selama ini laporan pungli yang diterima Kemendikbud langsung ditindaklanjuti ke pihak terkait. Pihaknya juga sudah membentuk tim khusus untuk menangani kasus pungli. Beragam motif di balik pungli juga masih akan terus didalami guna mendapatkan penanganan yang tepat.


Modus uang seragam

Berdasarkan pemantauan di lapangan, pungli terhadap siswa baru umumnya berkedok uang seragam atau uang masuk sekolah. Di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Pasuruan, misalnya, terjadi pemaksaan terhadap orangtua atau wali murid untuk membayar biaya masuk Rp594.000. Ada tujuh item yang harus dibayar, dan sebagian dari item itu, menurut orangtua siswa terkesan mengada-ada.

“Semuanya harus dibayar. Jika tidak, sekolah akan menggugurkan siswa yang sudah diterima,” ujar Sulastri, seorang wali murid.

Di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, pungutan pada siswa baru di sejumlah SMP juga masih terjadi. Modusnya antara lain uang seragam dengan besaran Rp1.100.000 hingga Rp1.870.000 per siswa. Arinda, 40, warga Temanggung, mengaku harus membayar Rp1.870.000 untuk membayar uang seragam anaknya yang baru masuk SMPN 2 Temanggung. Setelah membayar, ia mendapat kain untuk empat setel seragam sekolah.

Di sisi lain, sejumlah kepala dinas pendidikan memperketat pengawasan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi, Jabar, misalnya, mengintensifkan pengawasan atas indikasi adanya pungutan liar di setiap sekolah pada penerimaan siswa baru.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi Dudi Fathul Djawad mengatakan tahun ini Pemkot Sukabumi menghapuskan dana sumbangan pendidikan tingkat SMA dan SMK negeri.

Di Babel dan NTT, kepala dinas pendidikan setempat mengawasi pungli pada tahun ajaran baru. (BB/AB/TS/PO/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya