Majelis Taklim Redam Radikalisme

Sitria Savitri
24/6/2016 07:00
Majelis Taklim Redam Radikalisme
(MI/ARYA MANGGALA)

MAJELIS taklim dan madrasah diniah sangat strategis untuk meredam gerakan radikalisme dan menghidupkan toleransi karena tingginya keikutsertaan masyarakat pada kedua kelompok itu. Ditambah lagi, guru agama merupakan sumber yang paling dipercaya masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Islam.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Hendro Prasetyo mengatakan hal itu seusai Seminar Hasil Penelitian Survei Kebutuhan Pendidikan Keagamaan Nonformal dan Informal pada Masyarakat yang diselenggarakan Kementerian Agama (Kemenag) dan LSI di Bogor, kemarin.

“Jangan remehkan majelis taklim dan madrasah diniah untuk meredam radikalisme, potensinya sangat strategis, sangat besar, tidak hanya meredam radikalisme, tapi juga persoalan kerukunan, perdamaian, toleransi,’’ kata Hendro.

Hasil survei LSI yang dilakukan pada 10-22 April lalu menemukan tingginya partisipasi warga dalam kegiatan majelis taklim dan madrasah diniah. Bahkan, 89,9% warga mengetahui keberadaan majelis taklim di lingkungan tempat tinggal mereka, dan mayoritas atau sekitar 63% berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut. Bagi mereka, keberadaan majelis taklim sangat penting dan mendesak.

Temuan LSI, majelis taklim sangat masif menjangkau umat Islam. Tak hanya keberadaannya di lingkungan sekitar, tapi juga model transfer pengetahuan yang persuasif kepada umat. Karena itu, majelis taklim merupakan wadah yang sangat strategis dalama upaya peningkatan kualitas keislaman warga.

LSI menyimpulkan model transfer pengetahuan tentang Islam melalui tatap muka dengan guru agama merupakan media utama bagi warga (71,7%).

Guru agama yang ditemui secara tatap muka langsung dalam suatu pe­ngajian atau kelas juga sekaligus merupakan sumber informasi yang paling dipercaya untuk menambah pengetahuan tentang agama Islam (64,8%).

Keberadaan tenaga pengajar menjadi tulang punggung pemberian materi, dan menjadi orang yang paling dipercaya responden. Pengajian tatap muka dengan guru agama merupakan sumber pengetahuan agama yang paling utama bagi warga (71,7%).

Mayoritas warga menganggap guru agama (imam, kiai, ustaz, dll) yang ditemui di pengajian atau kelas adalah sumber paling dipercaya untuk mendapatkan pengetahuan tentang Islam.


Standar belum ada

Peneliti Balai Litbang Kemenag Rudi Harisyah Alam mengakui belum ada standar pendidikan bagi pengajar madrasah diniah dan majelis taklim. Hal itu juga terkait dengan ke­terbatasan anggaran untuk pembinaan sekitar 75 ribu penyuluh honorer dan 4.000 penyuluh fungsional di bawah Kemenag.

Dia mencontohkan di Tangerang yang memiliki sekitar 700 penyuluh. Untuk pembinaan terhadap penyuluh hanya bisa dilakukan setahun sekali, dan hanya bisa untuk sekitar 30 penyuluh. “Negara ini, kalau mau selamat, harus memperhatikan anggaran untuk fungsi agamanya,’’ kata Rudi mengingatkan.

Kepala Balai Kemenag Anik Farida menyatakan hasil survei LSI menguatkan bahwa kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan ada pada guru agama. Karena itu, lembaga nonformal seperti majelis taklim dan madrasah diniah harus diurus serius.
Survei LSI tersebut dilakukan di 13 provinsi, yakni DKI, Jabar, Banten, dan seluruh provinsi di Sumatra dengan populasi berusia 15 tahun atau lebih.

Survei itu juga menemukan bahwa majelis taklim banyak diikuti warga usia 30 tahun lebih dan sudah berkeluarga dengan kelas sosial semakin tinggi, juga kelompok perempuan di perkotaan serta yang memiliki latar belakang pendidikan agama. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya