Regulasi Pembelian EBT Perlu Dibuat

Richaldo Y Hariandja
19/5/2016 06:30
Regulasi Pembelian EBT Perlu Dibuat
(ANTARA/YUDHI MAHATMA)

Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) perlu diimbangi dengan regulasi pembentukan badan khusus yang ditugaskan untuk membeli listrik yang dihasilkan dari energi bersih tersebut, sebab Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai BUMN yang berperan sebagai distributor listrik masih membeli listrik di bawah harga pasaran. Hal itu disebabkan PLN terikat pada peraturan BUMN.

Kalau membeli dengan harga pasar, PLN dapat terkena sanksi maupun berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Oleh karena itu, kita butuh regulasi yang dapat mengatur terbentuknya badan dan mekanisme jual-beli EBT,” ucap anggota Dewan Energi Nasional Syamsir Abduh saat dijumpai dalam Seminar Nasional Industri Teknik Universitas Trisakti dengan tajuk Inovasi Teknologi dan Energi Terbarukan untuk Penguatan Industri, di Jakarta, kemarin.

Dengan demikian, listrik yang dihasilkan dari EBT dapat lebih didorong pemanfaatannya di dalam negeri ketimbang dijual ke luar negeri dengan harga pasar yang lebih mahal. Pemerintah sendiri menargetkan untuk memakai EBT dalam megaproyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt pada 2025 dan EBT mendapat porsi 23% dalam proyek tersebut.

Selain itu, pemakaian EBT sebagai sumber energi, dipercaya Syamsir, juga dapat menghemat penggunaan batu bara yang saat ini mendominasi sumber listrik di Indonesia. Batu bara diprediksi hanya akan bertahan selama 80 tahun lagi. “Jadi batu bara dapat kita jadikan cadangan strategis negara.”

Dengan demikian, Indonesia dipercaya juga dapat menjadi pemasok ekspor batu bara jika dilakukan strategi pemanfaatan melalui pendorongan EBT.

Transfer teknologi
Saat ini Indonesia memiliki cadangan energi geotermal terbesar kedua di dunia. Akan tetapi, target geotermal sebagai sumber energi listrik dalam porsi EBT pada 2025 hanya sebesar 30%.

Padahal, jika ditotal dengan EBT lainnya, seperti tenaga air, angin, dan surya, Indonesia memiliki potensi 150 gigawatt energi dari EBT. “Permasalahannya ialah teknologi kita belum memadai untuk pemanfaatan EBT,” ucap Syamsir.

Oleh karena itu, dibutuhkan upaya khusus untuk mempercepat ekstraksi EBT menjadi listrik di Indonesia. Salah satunya ialah transfer maupun akuisisi teknologi dari negara luar yang telah memiliki teknologi tersebut, seperti Swedia. “Kita bisa akuisisi dan dapat kita kembangkan. Jangan kita mulai dari nol,” tambah Syamsir.

Sementara itu, Kepala Dewan Pembina Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia Eddie Widiono Soewondo, dalam kesempatan yang sama, menyatakan setelah teknologi ekstraksi, Indonesia memiliki pekerjaan pemasangan alat penangkap energi listrik tersebut di rumah.

“Jadi pemerintah dapat melihat seperti apa pola konsumsi kita. Kalau sudah begitu, akan lebih mudah mengarahkan untuk lebih hemat energi,” tukas mantan Direktur Utama PLN itu. (Ric/H-2)

richaldo@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya