Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Irama yang Mengetuk Kalbu

Nike Amelia Sari
07/10/2021 06:50
Irama yang Mengetuk Kalbu
Peraih Juara 1 MTQ Internasional Feni Mardika.(Dok. Pribadi)

SEJAK kecil sering diperdengarkan lantunan ayat suci Alquran oleh orangtua, membuat Feni Mardika sangat menyukai bacaan Alquran. Saat memasuki perguruan tinggi, ia lantas memilih mendalami ilmu irama tilawah. Mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar, Sumatra Barat, itu punya niat mulia untuk bisa berdakwah lewat lantunan Alquran.

Sejalan dengan hal itu, anak bungsu dari enam bersaudara ini juga diberi kesempatan untuk bisa ikut dalam berbagai kompetisi pengajian Alquran, salah satunya musabaqah tilawatil Quran (MTQ). Banyak orang menaruh harapan kepadanya termasuk kedua orangtuanya.

Baru-baru ini, Feni meraih Juara 1 MTQ Internasional antar- Mahasiswa Pendidikan Agama Islam (PAI) se-Asia Tenggara yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam (HMJ PAI) FTIK IAIN Batusangkar, 6-14 September 2021. Ajang tersebut diikuti perwakilan dari empat negara di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Kamboja dengan 41 peserta dari 25 perguruan tinggi se-Asia Tenggara.

Pemudi asal Jorong Kapuah, Nagari Bungo Tanjuang, Tanah Datar, ini berbagi kisah hidupnya, pengalaman, hingga cara memotivasi membaca Alquran kepada Muda, via platform daring, Senin (4/10). Berikut petikannya.


Hai Feni. Kamu memenangi kompetisi MTQ se-Asia Tenggara dengan nilai 91 dari dewan juri, dengan tajwid 29, fasohah 28, dan irama 34, sejak kapan kamu mempelajari ilmu-ilmu ini?
Aku mempelajari ketiga bidang ini berangsung-angsur. Awal mula, aku belajar Alquran di rumah. Aku diajar mengaji oleh tuo (kakek). Kalau tidak sedang dengan beliau, aku dipandu amak (ibu) dan ayah. Aku mulai dikenalkan huruf hijaiah pada usia empat tahun.
Setelah lancar mengaji, aku akhirnya dimasukkan ke salah satu surau atau TPA (Taman Pendidikan Alquran) yang ada di daerah tempat tinggal. Itu aku kelas 2 SD. Di TPA baru diajarkan ilmu tajwid, pas aku masuk ke TPA, posisi aku sudah di tingkat tiga.
 

Seperti apa tingkatan di TPA?
Jadi tingkat satu itu untuk belajar huruf hijaiah dan huruf yang awal-awal, lalu tingkat dua untuk yang mulai lancar. Kemudian, tingkat tiga untuk yang lancar. Terakhir, barulah mulai masuk belajar irama.
Nah, untuk fasohah itu sudah bawaan pas tampil karena sudah diajarkan. Jadi, fasohah itu seperti ayat yang panjang, kapan kita harus berhenti dan kapan kita harus melanjutkan kembali bacaan ayatnya. Ini dipelajari pas di MTQ dan baru belakangan ini. Setelah di TPA, aku mulai belajar mengaji ke pondok-pondok Alquran di Kecamatan Batipuh, berganti-ganti tempat belajar setiap minggu.
Setelah itu, aku diminta salah satu guru ngaji di pondok Alquran untuk bisa belajar bersama anak-anak yang sudah lumayan bisa irama. Kemudian, aku mulai diminta untuk mengaji pembukaan, alhamdulillah banyak orang yang suka dengan suara aku mengaji.
Aku juga belajar privat dengan salah satu guru di Rambatan, dekat Limo Kaum. Mulai dari sini, aku belajar irama lagi hingga di 2012, aku ikut lomba MTQ untuk pertama kalinya.
 

Saat final MTQ kemarin, surah apa yang kamu bawakan?
Aku baca surah Al-An'am ayat 101. Dalam penyelenggaraannya sudah diacak dan ditentukan suratnya untuk siapa saja. Pagi sebelum finalnya, dikirimkan surat untuk final.
Di babak penyisihan, aku membawakan surah Ali Imran ayat 144. Untuk surah yang dibawakan dalam babak penyisihan, sistemnya juga diacak dan dipilihkan panitia penyelenggara.

Kamu sempat grogi?

Seni itu tergantung pada selera seseorang. Kadang ada juri yang suka dengan irama seseorang, tapi belum tentu juri lain juga suka. Jadi, pada saat babak penyisihan, penentuan surahnya sehari sebelum tampil. Nah, diberi dua hari sebelum batas pengumpulan.
Saat masuk pengumpulan dan di-upload ke Youtube, aku sempat mendengarkan suara lantunan ayat-ayat dari peserta lain. Bagus-bagus semua iramanya, masya Allah. Di sini aku sudah nervous duluan. Kemudian, muncul pemikiran kalau aku apa bisa masuk final atau enggak ya? Lalu kupikir, enggak apa, yang penting aku sudah berusaha tampil maksimal.
Ini mungkin juga karena ketika membawakan irama yang diajarkan oleh guru qoriah internasional, aku masih kurang dalam pembawaan perasaannya karena irama ini baru untuk aku. Alhamdulillah di pengumuman finalis, aku di posisi kelima dari 10 peserta. Jurinya ada dari Malaysia, Kamboja, dan Indonesia.
Pas live Zoom, aku tampil kedua, jadi bisa lihat bagaimana sistemnya dan lain-lain dari peserta pertama, tapi tidak sampai terbebani mental dengan melihat peserta lain yang tampil bagus-bagus semua. Saat itu yang aku paling ingat pertama kali, Bismillah mudahkan ya Allah, robbis rohlii shodrii. Jadi, aku berpikir yang penting tampil maksimal dulu dan juara itu soal kemudian. Pengumuman pemenang itu keesokan harinya. Di saat menunggu pengumuman, aku deg-degan banget sampai tangan aku dingin.

Tujuan apa yang kamu ingin capai dari ikut kompetisi ini?
Pertama, tujuannya untuk orangtua. Aku mikir-nya kalau aku juara pasti orangtua bangga. Selain itu, juga institusi aku kuliah sekarang juga sangat berharap untuk aku bisa ikut kompetisi ini. Soalnya, aku juga pernah menang MTQ di tingkat nasional 2020.
Adanya harapan dari orang-orang agar aku bisa menang di kompetisi memang sedikit membebani, amanah yang aku pegang besar. Ditambah lagi sehari sebelum membuat video untuk babak penyisihan aku juga demam. Jadi, bebannya mulai kondisi fisik yang kurang fit dan di saat itu juga aku sedang KKN (kuliah kerja lapangan) dan PKL (pelatihan kerja lapangan), jadi lumayan melelahkan juga.

Tapi kamu berhasil mengatasi perasaan itu?
Yang aku ingat ketika aku takut dan merasa khawatir ialah bismillah ya Allah, Engkau ada bersamaku. Ini mungkin terlalu gimana ya saat disebutkan, tapi memang ini yang aku pegang karena ini satu-satunya harapan dan enggak ada lagi tempat lain kita mengadu. Pas lagi takut aku juga baca doa robbis rohlii shodrii.
 

Kenapa kamu tertarik mempelajari irama atau naghom (memperindah bacaan Alquran) tilawah?
Aku suka banget sama tilawah. Dulu, orangtua aku suka mendengarkan orang-orang ngaji. Ada stasiun TV yang sering menampilkan orang-orang ngaji dan orangtua aku sering memutar itu.
Amak aku cerita, ketika aku masih bayi, aku posisinya lagi tengkurap dan membelakangi TV, saat berkumandang azan di TV, itu aku langsung spontan menoleh ke TV dan tenang mendengarkan azan. Kata amak aku, dari kecil sudah terlihat jika aku sudah tampak tertarik.
Aku senang dan terketuk hati saat mendengarkan irama ngaji. Apalagi iramanya yang sedih, itu aku bisa sampai menangis mendengarnya. Sejak kelas 3 SD, aku sudah mulai mempelajari irama, tapi naik kelas 4, aku mulai intens dan rutin mempelajari irama.

Pada proses belajar irama, kamu juga mendapat dukungan besar dari orangtua, bagaimana bentuk dukungan orangtua di kala itu?
Menurut aku memang betul jika pendidikan yang utama itu pendidikan dari keluarga. Kalau semakin sering orangtua memperdengarkan dan memperlihatkan (Alquran), mungkin anak akan tertarik.
Dari segi perjuangan orangtua, tampak banget saat aku setiap minggu belajar privat di Rambatan yang lokasinya lumayan jauh dari rumah, sekitar satu jam lebih menuju ke sana, aku diantarkan pulang balik sama ayah. Belajar ngaji privat setiap minggu ini juga cukup lama berlangsung semenjak aku di MTs sampai aku SMA. Kalau ibu pasti selalu mendoakan aku.
Semenjak aku ngaji tilawah, lebih sering aku yang didengarkan ngaji-nya untuk memandu aku latihan juga. Misalnya aku salah, pasti orangtua atau saudara aku mengomentari. Ini salah satu yang juga membuat aku senang karena aku merasa diperhatikan.
 


Apa makna irama dalam melantunkan ayat-ayat suci yang telah kamu pelajari?
Soal irama, ada juga yang dinamakan riwayat irama, ini terkait pada irama yang benar-benar merujuk dari Arab, ada irama yang dibuat sendiri dan ada irama yang dari Indonesia, tetapi tetap harus merujuk pada irama dari Arab.

Misalnya irama yang dipakai jika arti ayatnya marah, kalau bisa iramanya garang dan agak keras. Ini yang aku pelajari tentang berdakwah lewat suara.
Selain berbicara secara verbal, dengan berirama pun dalam melantunkan ayat-ayat Alquran juga dapat menyentuh hati seseorang yang mendengarkannya sehingga makna ayat tersebut dapat dipahami.
Tujuan aku sekarang mendalami ilmu Alquran, aku ingin sekali bisa berdakwah lewat suara. Sama halnya ketika masuknya Umar bin Khattab ke Islam saat dia mendengarkan lantunan ayat suci Alquran surah At Thaha. Nah, dari sini aku ingin sekali orang-orang yang mendengarkan irama bacaan Alquran yang aku lantunkan bisa mengetuk hati orang.
Misalnya, lewat verbal dengan ceramah-ceramah belum mempan, semoga dengan mendengar tilawah ini orang-orang bisa tertarik untuk mendengarkan isi Alquran.

Lewat apa kamu akan berdakwah lewat suara lantunan ayat-ayat suci ini?
Aku lebih suka mengajarkan adik-adik secara langsung. Aku sudah mulai mengajar adik-adik di kampung aku. Selain itu, saat aku PKL dan KKN di sini aku coba juga mengajar adik-adik di sini, Alhamdulillah mereka juga senang ikut pembelajaran ini.
Saat adanya acara tidak terlepas dari mengaji sebagai pembukaannya. Jadi, lewat aku mengaji di pembukaan acara, ada yang meminta untuk aku mengajar di surau atau TPA.

Apa kesulitan yang kamu alami saat mendalami ilmu tilawah?
Mengatur pola latihan. Untuk tilawah memang sangat diperlukan latihan. Belum lagi adanya irama baru. Pada intinya irama lama dan baru sama saja, tetapi setiap tahun irama tersebut juga berinovasi sehingga aku memang harus up to date dengan irama yang berkembang tersebut. Aku belajar biasanya sama guru, tapi karena sekarang lagi cukup sibuk, aku latihan dan belajar lewat Youtube dan lainnya.
 

Tadi kamu bilang ikut lombat MTQ pertama kali di 2012, saat kamu umur 12 tahun ya. Apa yang memotivasi kamu?

Aku tertarik sejak melihat orang ikut lomba. Dulu, ada lomba di salah satu stasiun TV nasional seperti lomba tahfidz, lomba dai cilik. Dengan melihat lomba-lomba itu, aku jadi tertarik ingin coba. Nah, selain itu juga, di Ramadan juga diperkenalkan lomba-lomba.
Pastinya juga ada dukungan dari orangtua dan guru-guru, aku diminta untuk ikut lomba dan mereka bilang, "Nanti diantarin ke sana." Akhirnya aku ikut lomba MTQ di 2012 untuk pertama kalinya. Alhamdulillah aku juara satu.

Kamu rencananya akan menjadi perwakilan Kabupaten Tanah Datar mengikuti Lomba MTQ Nasional Tingkat Sumbar cabang Qiraat Murattal pada November mendatang di Padangpanjang. Sejauh mana persiapan kamu hingga saat ini?
Insya Allah iya. Bismillah persiapan secara pribadi sedang dimaksimalkan mulai memahami lebih dalam bacaan dari tiap imam hingga menyusun irama tartil yang akan dibawakan ketika tampil nanti. Di luar latihan individual, sudah dilaksanakan beberapa kali training centre (TC) di tingkat kabupaten untuk memaksimalkan latihan para kafilah (peserta) dengan guru pelatih. Kalau untuk dibilang 100% (siap) masih belum, insya Allah di TC yang akan datang dapat dimaksimalkan.

Apa harapan dan target kamu ke depannya?
Aku ikuti sebelumnya di Asia Tenggara hanya untuk mahasiswa PAI, untuk kedepannya aku ingin ikut di tingkat seluruh mahasiswa dan membawa harum nama IAIN Batusangkar dan keluarga. Selain itu, juga bisa ikut kompetisi dari Kementerian Agama untuk kompetisi internasional.
Dari kecil, aku ingin sekali menjadi guru. Dengan jurusan kuliah aku di PAI, aku berharap bisa menjadi guru agama suatu saat nanti. Aku juga ingin membuat pondok Alquran untuk berdakwah.

Adakah pesan untuk anak muda saat ini?
Mulailah untuk tidak terlalu hedonisme dengan dunia. Aku bukan berbicara tentang mengaji irama, melainkan aku ingin mengajak untuk teman-teman menyentuh dan membaca Alquran meskipun satu ayat dalam sehari. Perlu diingat, jika kita lupa Alquran, jangan sampai kita menyesal jika Allah juga melupakan kita.
Kalau orangtua, dari pengalaman yang pernah aku alami, waktu bersama dengan orangtua dan belajar agama sangat penting karena mulai dari sini akan membangun fondasi agama yang kukuh. Kalau hanya disuruh dan tidak ada panutan dari orangtua itu juga sulit dilakukan anak. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya