Budayakan Inovasi dan Kreativitas

Syarief Oebaidillah
02/5/2016 05:30
Budayakan Inovasi dan Kreativitas
(ANTARA/DIDIK SUHARTONO)

SAAT ini Indonesia tengah menghadapi persaingan global dengan adanya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).

Dengan pola penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan sekarang ini, mampukah kita bersaing di dunia global?

Pasalnya, kualitas yang telah kita lakukan saat ini sangatlah berbeda dengan kualitas yang harus kita capai di hari esok.

Sebagai gambaran, indeks daya saing Indonesia yang diukur dari indikator higher education and training menunjukkan bahwa pada 2014-2015, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dengan indeks daya saing 4,5, sedangkan pada 2015-2016, peringkat Indonesia menjadi ke-65 dengan indeks daya saing yang sama 4,5.

Artinya, banyak negara lain yang mencapai indeks daya saing lebih baik dari Indonesia sehingga peringkat Indonesia menurun. Hal itu tidak boleh dibiarkan terus.

Untuk itu, dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei ini, perguruan tinggi harus diarahkan untuk memberikan layanan pendidikan tinggi berkualitas agar menciptakan sumber daya manusia (SDM) ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang terampil, menciptakan beragam inovasi dan teknologi yang berdaya saing industri.

Hal itu pada akhirnya akan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di mata dunia.

Menurut pemerhati pendidikan Totok Amin Soefijanto, tantangan terbesar dari pola pendidikan di Indonesia ialah para pendidik dalam hal ini kurang mengarahkan para mahasiswa untuk berpikir kreatif.

Akibatnya, inovasi yang dihasilkan mahasiswa di Indonesia sangat kurang jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

"Kita belajar seolah dunia ini mesin otomatis yang tidak membutuhkan kreativitas. Sudah begitu, ada jurang digital antara mahasiswa dan dosen," ujar Totok yang juga dosen Universitas Paramadina itu.

Inovasi, lanjut Totok, akan tercipta jika ada penghargaan terhadap kreativitas itu sendiri.

Masalahnya, di Indonesia, hasil kreasi atau karya kurang mendapat penghargaan. Itu terlihat dengan banyaknya hasil plagiat.

"Atmosfer pendidikan tinggi harus diperbaiki agar lebih kreatif dan inovatif," ujarnya.

Seperti apa atmosfer yang dimaksud?

"Atmosfernya biasakan kerja keras, kompetensi ditingkatkan, menjaga integritas dengan bersikap tegas pada plagiatisme dengan memberi hukuman berat, dan mendorong kolaborasi," pungkas Totok yang juga Senior Advisor Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia itu.

Membuat road map

Direktorat Jenderal Sumber daya dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Ali Ghufron Mukti, menyoroti perlu adanya pemetaan atau rencana induk pengembangan SDM iptek di Indonesia.

Hal itu dilakukan agar sumber daya manusia (SDM) kita memiliki daya saing dan dapat dimanfaatkan untuk dunia industri.

Menurut Ali, pihaknya akan memetakan atau road map pengembangan iptek.

Pemetaan itu disesuaikan dengan rencana prioritas pembangunan pada 5-25 tahun mendatang.

Salah satu pemetaannya yang dilakukan ialah memperhatikan kompetensi dosen, konsep karier dosen yang akan dikembalikan pada khitahnya, yaitu mengembalikan fungsi dosen yang seharusnya.

Hal ini penting karena peningkatan mutu itu dimulai dengan meningkatkan kualifikasi dosen atau tenaga pengajar.

Sayangnya, sebanyak 51 ribu dosen saat ini belum mengenyam pendidikan magister atau master.

Padahal, syarat menjadi seorang dosen minimal berpendidikan S-2.

Selain itu, Indonesia juga kekurangan guru besar atau profesor.

Ghufron yang juga guru besar UGM ini mengungkapkan berdasarkan pangkalan data pendidikan tinggi (PDPT), jumlah profesor tercatat sebanyak 5.097.

Indonesia seharusnya memiliki 22 ribu profesor atau setara dengan jumlah program studi yang ada saat ini.

"Kami telah mengirim edaran agar pimpinan perguruan tinggi mendorong dan memfasilitasi profesor terus produktif. Jika jumlah cukup dan berkualitas, tentu kualitas PT-nya akan bagus dan dapat menghasilkan SDM iptek bermutu dan berinovasi," ujar Ghufron,

Wakil Menteri Kesehatan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.

Pemerintah, ungkap Ghufron, akan menyediakan beasiswa pendidikan bagi 2.700 pendidik, yang terdiri dari 2.300 beasiswa dalam negeri dan 400 beasiswa luar negeri, dengan total anggaran Rp250 miliar setiap tahun.

"Ini adalah salah satu bentuk perhatian dan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidik di Indonesia untuk terus berinovasi," tandasnya.

Guru Besar IPB, Yonny Koesmaryono, mengingatkan lulusan perguruan tinggi harus disiapkan mulai dari proses pembelajaran agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan capaian pembelajaran yang diharapkan.

Karena itu, PT harus melakukan seleksi calon mahasiswa berkualitas, melaksanakan proses pembelajaran secara terstruktur, terencana, dan dapat diaudit secara terbuka.

"Selain itu, menyediakan fasilitas dan peralatan perkuliahan dan tenaga laboran atau praktikum laboratorium memadai dan berkualitas," pungkasnya. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya