Berjuang untuk Akses Pendidikan

Wibowo
02/5/2016 06:45
Berjuang untuk Akses Pendidikan
(ANTARA/ADENG BUSTOMI)

SEORANG guru menggendong siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cileungsir, ketika menyeberang Sungai Leuwi Karet, di Kampung Cileungsir, Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Arus sungai dengan lebar sekitar 40 meter dan kedalaman 0,5 meter sampai 1 meter tersebut membahayakan anak-anak yang menyeberang. Sungai itu tidak memiliki jembatan penghubung.

Untuk menuju sekolah, sejumlah siswa dan guru SDN Cileungsir harus melalui jalan pintas dengan melewati dua sungai, yaitu Sungai Leuwi Karet dan Sungai Cileungsir dengan jarak tempuh sekitar 5 kilometer.

Itu merupakan salah satu contoh betapa sulitnya masyarakat mendapat akses pendidikan yang layak.

Aktivis pendidikan sekaligus Ketua Jatinangor Educare, Rivanlee Anandar, berpendapat upaya guru maupun siswa SDN Cilengsir merupakan bentuk perjuangan maupun semangat masyarakat di tengah kesulitan akan akses pendidikan.

"Mereka tidak menyerah dengan kondisi, hanya saya heran karena suara mereka yang 'keras' dari pelosok terdengar kecil di Ibu Kota (Jakarta)," ujar Rivanlee ketika dihubungi Media Indonesia, Sabtu (30/4).

Menurut dia, apa yang dialami siswa SDN Cileungsir merupakan bentuk ketidakmerataan pendidikan di Indonesia.

"Siswa di daerah terpaksa berjuang ke sekolah sampai harus berjalan lebih dari 5 km karena keterbatasan transportasi dan minim jalan, itu potret kecil ketidakmerataan," ujarnya.

Padahal, Tasikmalaya berada tidak jauh dari ibu kota negara, Jakarta.

"Bandingkan Jakarta dengan daerah pelosok, baru akan terlihat ketimpangan infrastrukturnya," jelasnya.

Rivanlee berpendapat, pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebenarnya sudah berupaya memangkas kesenjangan pendidikan, termasuk daerah terpencil.

Namun, upaya tersebut terkendala pada anggaran.

Di sisi lain, pengamat pendidikan dari Lembaga Advokasi Pendidikan Bandung, Dan Satriana, menganggap ketidakmerataan akses tersebut merupakan konsekuensi dari otonomi daerah.

"Sebagian kewenangan termasuk pendidikan lebih banyak dikelola pemerintah daerah, maka kita melihat adanya kesenjangan kualitas pelayanan pendidikan," ujarnya.

Pemerintah pusat, menurut Satriana, seharusnya melakukan pemetaan yang lebih detail tentang kondisi prasarana dan kualitas layanan pendidikan di Indonesia.

"Hal tersebut dilakukan supaya pemberian distribusi bantuan dan anggaran dari APBN diprioritaskan kepada daerah yang kemampuan pemerintah daerahnya lemah," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah pusat seharusnya tidak menyamaratakan pemberian distribusi atau bantuan anggaran dari APBN ke tiap daerah.

"Saat ini, dana BOS di seluruh Indonesia sama jumlahnya, baik di daerah terpencil di Papua sana, dan di kota besar seperti Jakarta, itu jumlahnya sama. Seharusnya ada perbedaan karena itu tadi kemampuan pemerintah daerah berbeda," pungkasnya.

Tiga fokus

Di sisi lain, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud, Hamid Muhammad, mengaku pemerintah telah melakukan upaya pemerataan pendidikan, khususnya untuk pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.

"Kemendikbud memprioritaskan pembangunan sekolah dan ruang kelas baru di daerah tertinggal, terdepan, dan terpencil (3T), termasuk Sekolah Garis Depan (SGD) dan SD, SMP satu atap," ujar Hamid kepada Media Indonesia, Sabtu (30/4).

Pemerintah, menurut Hamid, telah memfasilitasi siswa di daerah terpencil untuk melanjutkan sekolah ke ibu kota kabupaten atau provinsi setempat melalui program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM).

Para siswa cukup mendaftarkan diri ke Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) melalui dinas pendidikan setempat.

Saat ini, ujar Hamid, ada tiga fokus utama yang dilakukan pemerintah dalam pemerataan pendidikan.

"Pemerintah fokus pada Program Indonesia Pintar (PIP) bagi keluarga miskin, agar mereka tetap lanjut sekolah sampai tamat SMA/SMK. Pembangunan sekolah dan ruang kelas baru di daerah yang daya tampungnya kurang, dan pembangunan SGD dan sekolah baru di daerah terpencil dan perbatasan." tutup Hamid. (Setyo Aji Harjanto/Ant/S-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya