Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Berburu Owol untuk Sambut Lebaran

Tosiani/H-3
08/5/2021 05:20
Berburu Owol untuk Sambut Lebaran
Calon pembeli memilih pakaian bekas di salah satu toko pakaian bekas di Temanggung, Jawa Tengah, kemarin.(MI/Tosiani)

TAK jauh dari Sungai Progo, Temanggung, pengunjung sedang asyik berbelanja memadati sebuah toko. Tampak beragam jenis pakaian digantung berjejer, sedangkan lainnya digantung di tembok bagian atas. Terlihat agak berjejalan, tetapi hal tersebut tak menyurutkan minat pembeli. Toko tersebut menjual pakain bekas impor atau yang lebih dikenal dengan istilah owol. Ada sejumlah lokasi tempat menjual pakaian bekas dan hampir semuanya ramai dikunjungi warga, terutama menjelang Lebaran.

Arfinanto, 34, warga Kowangan, Temanggung, terlihat sedang memilih-milih kemeja. Ia mengambil sebuah kemeja dan kemudian beranjak menuju barisan jaket dari jenama terkenal. Kepada Media Indonesia, ia mengaku kerap berbelanja owol karena harganya realtif murah. Berbekal Rp100 ribu, ia bisa mendapat dua buah pakaian bermerek terkenal orisinal, meskipun barang bekas. Jika harus membeli pakaian baru di toko lain, uang Rp100 ribu yang dibawanya itu dirasa tidak cukup.

"Ini orisinal dan merek terkenal. Kalau barunya pasti mahal. Merek yang tidak terlalu terkenal pun harganya bisa mahal kalau baru, tidak cukup Rp100 ribu. Ini bisa menghemat pengeluaran di masa pandemi," ujar Arfinanto.

Membeli pakaian owol, kata dia, harus jeli dalam memilih sehingga bisa mendapatkan pakaian yang kualitas dan kondisinya masih bagus. Yang jadi kendala sering kali ukuran pakaian yang lebih besar karena dibuat berdasarkan ukuran orang luar negeri. "Sebelum dipakai biasanya pakaian owol ini disterilkan dulu dengan direndam menggunakan antiseptik dan dicuci bersih," katanya.

Arfinanto yang kesehariannya merupakan ASN di salah satu instansi pemerintah mengaku tidak malu maupun gengsi membeli dan memakai pakaian bekas. Jika ada rekan atau tetangganya yang bertanya, ia dengan sengaja akan mempromosikan salah satu toko pakaian bekas favoritnya.

Slamet, 50, salah seorang pengelola toko penjualan pakaian bekas, mengatakan tiap menjelang Lebaran biasanya ia mengantongi hasil penjualan antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per hari. Harga jual pakaian bekas berkisar antara Rp20 ribu hingga Rp100 ribu per lembar.

Menjelang Lebaran tahun lalu, ia menutup toko guna menghindari penularan covid-19. Tahun ini, ia senang karena tokonya mulai dibanjiri pembeli. "Ini baru mulai buka lagi, mudah-mudahan mulai ramai lagi," ujar Slamet. (Tosiani/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya