Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
DUA tahun perjalanan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tak urung menuai banyak keluhan, mulai fasilitas kesehatan (faskes) yang dianggap belum memadai hingga masalah pelayanan.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) TB Rachmat Sentika menilai hal itu terjadi lantaran kerja sama antarpihak terkait belum maksimal.
Setiap pihak masih memiliki egosektoral yang berimbas pada pelayanan.
"Masing-masing sibuk sendiri, jadi tidak ada sinergi," ujarnya saat Seminar Nasional Membangun Triple Partnership Menuju Peningkatan Kualitas Pelayanan JKN, di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut, saat ini sekitar 40% penduduk Indonesia mendapat jaminan layanan kesehatan dari pemerintah.
Diharapkan, kualitas hidup masyarakat yang meningkat akan menopang ekonomi bangsa.
Menurut Kepala Grup Litbang BPJS Kesehatan Togar Siallagan, panjangnya antrean peserta BPJS Kesehatan menjadi indikator keberhasilan program yang telah dicanangkan Jokowi pada 2014 lalu.
"Perlu dipahami, JKN bukan cuma punya BPJS, tapi seluruh orang."
Untuk integrasi operasional JKN, paparnya, pemerintah sudah melakukan harmoninasi dan sinkronisasi kebijakan.
Dengan begitu, peran dan fungsi hubungan antarlembaga semakin diperkuat.
Roadmap 2019
Di kesempatan yang sama, Kepala Seksi Pengelolaan Rujukan Subdit Pengelolaan Rujukan dan Pemantauan Evaluasi Rumah Sakit Kemenkes, Yout Savithri, mengungkapkan bahwa masalah infrastruktur faskes masih menjadi kendala.
"Kita sudah buat roadmap untuk pengembangannya, tahun 2019 insya Allah. Dana yang dibutuhkan sekitar Rp200 triliun untuk lima tahun," terangnya.
Tidak hanya itu, kata Yout, Kemenkes juga menyiapkan anggaran Rp480 juta untuk setiap akreditasi RS.
Sedikitnya ada 1.403 elemen yang diperhatikan, termasuk standar operasional dan dokter.
Di sisi lain, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar memaparkan hasil evaluasi 2014 dan 2015.
Persoalan paling mendasar yang masih terjadi terkait dengan penolakan pasien BPJS oleh pihak RS.
"Alasannya klasik, tidak ada kamar dan pasien disuruh pulang sebelum sehat. Bahkan tidak sedikit pasien yang harus menunggu lama untuk diberi tindakan," tandasnya.
Selain itu, sambung dia, penyebaran dokter termasuk spesialis dan paramedis juga belum merata.
Infrastruktur kesehatan pun belum memadai, juga lemahnya pengawasan.
Kaji ulang rayonisasi
Di lain hal, anggota Ombudsman Republik Indonesia Alvin Lie meminta BPJS Kesehatan mengkaji ulang sistem rayonisasi pelayanan.
Hal itu karena sistem tersebut membatasi masyarakat untuk mendapatkan layanan sesuai pilihannya.
"Kaji rayonisasi karena menyulitkan masyarakat," kata Alvin dalam seminar bertema Membangun kemitraan Antara pemerintah, BPJS, dan fasilitas kesehatan menuju kualitas pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional, di Lembaga Administrasi Nasional, Jakarta, kemarin.
Rayonisasi yang diterapkan saat ini, kata dia, membatasi masyarakat mengakses layanan fasilitas kesehatan.
Seolah-olah mereka dipaksa untuk menggunakan fasilitas kesehatan di wilayah atau rayonnya.
Itu belum termasuk jika fasilitas di suatu rayon belum memadai untuk melayani pengobatan suatu penyakit dari peserta BPJS. (Ant/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved