Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Li Tu Tu di Penutupan IDF2020.zip

Mediaindonesia.com
13/11/2020 15:26
Li Tu Tu di Penutupan IDF2020.zip
(DOK IDF 2020.ZIP)

Rangkaian program pada festival tari kontemporer berskala internasional, Indonesian Dance Festival, akan berakhir pada 14 November 2020. Indonesian Dance Festival tahun ini mengedepankan partisipasi publik dengan dua Performances yang melibatkan publik melalui metode seleksi lalu workshop pada karya 1’59 Project Indonesia oleh Eun-Me Ahn (Indonesia) dan metode lomba partisipatori pada karya #SKJ2020 oleh Gymnastik Emporium. Selain pertunjukan rangkaian program festival ini juga berisi diskusi yang dibungkus dalam zip.Conversations.

Pada hari terakhir festival, 14 November 2020, akan ada pertunjukan Li Tu Tu dari Ayu Permata Sari. Karya Li Tu Tu terinspirasi dari motif gerak tangan tari Kuadai. Yaitu melempar piring (motif A) dan motif gerak ibu jari tangan yang menumpu piring ukuran kecil (motif B).

Tari Kuadai merupakan tari tradisi asal suku Semendo, suku yang secara historis berasal dari Sumatera Selatan. Namun hingga kini menjadi salah satu suku di Lampung Utara.

Karya ini dicipta pertama kali pada 2018, telah dipentaskan di beberapa kota di Indonesia dan mengalami beberapa kali adaptasi. Tahun ini Li Tu Tu dipilih oleh tim kurator IDF2020.zip yang terdiri dari Arco Renz (Belgia), Agnesia Linda Mayasari, Nia Agustina, dan Rebecca Kezia (Indonesia).

“Seluruh karya dalam program Performances mencoba mencari cara terutama dalam proses bermigrasi dari pertunjukan luring ke daring, termasuk Li Tu Tu. Dari sini kita bisa melihat bahwa IDF2020.zip tidak sekedar mementaskan karya mapan begitu saja, tetapi juga mengajak seniman bersama-sama memikirkan strategi berkarya yang mungkin berbeda dengan proses-proses sebelumnya,” ujar Rebecca Kezia, Kurator IDF2020.zip

Dalam IDF2020.zip, Ayu Permata Sari Li Tu Tu dipertemukan dengan publik yang belum pernah berinteraksi dengan karya ini sebelumnya. Adaptasi yang dilakukan pada Li Tu Tu kali ini adalah dengan mempertemukannya dengan perupa Hanafi dan sutradara teater Adinda Luthvianti di Studio Hanafi.

Karya Li Tu Tu hasil adaptasi Ayu Permata Sari, Hanafi, dan Adinda Luthvianti ini sudah ditampilkan secara luring dengan undangan yang terbatas. Setelah pertunjukan luring terbatas tersebut diadakan diskusi dengan para tamu undangan. Pertunjukan karya Li Tu Tu ini akan ditampilkan secara daring pada Sabtu, 14 November 2020 pukul 19:00 WIB di kanal Youtube Indonesian Dance Festival.


Pembacaan Ulang Li Tu Tu oleh Adinda Luthvianti

Saat membaca tentang Li Tu Tu dan mencoba memahaminya, Adinda Luthvianti kemudian membaca ulang dan menulis ulang narasi tentang Li Tu Tu sebagai berikut:

Li Tu Tu
(sebuah pembacaan untuk karya Ayu Permata Sari dalam karya Li Tu Tu)

Piring, rebana, dan syair mengatakan banyak hal sebelum menjadi Tari Kuadai dari Suku Semendo, Lampung Utara. Ibu jari menopang piring, syair dilantunkan, dan rebana dibunyikan. Tidak banyak teknik menari yang ditawarkan, selain kesibukan menjaga keseimbangan tubuh agar tidak menjatuhkan piring.

Dalam Tari Kuadai, piring, rebana, dan syair menjadi aspek atau unsur intrinsik (batang tubuh tari Kuadai) yang bertujuan menjaga keseimbangan, harmoni!

Namun, piring, rebana, dan syair memiliki perjalanan yang panjang, sepanjang Nusantara ini terbentang. Masing-masing membuat peristiwanya sendiri. Jika menilik lebih jauh dan dalam, piring, rebana, dan syair mengajak kita mundur ke sejarah perdagangan Tiongkok di Nusantara, juga masuknya Islam yang berkelindan bersama perdagangan sepanjang jalur maritim dan membuat peradaban (baru) di berbagai tempat di Indonesia.

Peristiwa piring dalam Tari Kuadai memantik kreativitas seniman (pengkarya) untuk melihat keseimbangan yang lain yang berlaku dalam kehidupan masyarakat suku Semendo. Keseimbangan dalam keluarga akan diberikan kepada anak perempuan pertama dalam suku Semendo yang menjaga keseimbangan sebagai Tunggu Tubang. Beliau memiliki peran sebagai penjaga dan pengendali harta keluarga, penjaga rumah tempat pulang seluruh anggota keluarga. Tunggu Tubang menjadi aspek atau unsur ekstrinsik, unsur-unsur yang terdapat di luar Tari Kuadai yang memengaruhi konsep penciptaan.

Gagasan dari aspek intrinsik dan ekstrinsik dalam karya penciptaan terhubung oleh satu tujuan. Yaitu keseimbangan. Keduanya tak dapat dipisahkan, keduanya hidup dalam masyarakat suku Semendo, Lampung Utara.

Hubungan timbal balik yang berhadapan saling menatap, kadang melingkari, memeluk tradisi Suku Semendo. Hubungan antara aspek intrinsik dan ekstrinsik inilah yang mengantarkan sebuah karya seni pertunjukan berjudul Li Tu Tu, kependekan dari Lingkaran Tunggu Tubang.

Lingkaran Tunggu Tubang (Li Tu Tu) sejak 2018 dengan sadar dipersiapkan sebagai karya yang terbuka untuk dibaca dan turut serta membaca hubungan antara seni dan perubahan sosial dengan estetika partisipatoris yang akan terus berjalan menjalin relasi sosial di mana saja, setiap kali Li Tu Tu dipentaskan.

Estetika partisipatoris sangat memungkinkan berbagai pembacaan dari khalayak penonton, dengan berbagai instrumen pembacaan, masa lalu dan masa kini berjalin kelindan lewat memori, ingatan akan benda, makna, pengetahuan, keseimbangan, kesetaraan, dan konteks sosio-historis yang spesifik. Pengalaman estetis atau pengetahuan estetis para partisipan atau penonton yang menyampaikan pandangannya menjadi benang merah karya seni pertunjukan Li Tu Tu. (OL-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya