Didik Anak Sesuai dengan Eranya

Syarief Oebaidillah
11/3/2016 03:25
Didik Anak Sesuai dengan Eranya
(ANTARA/BUDIYANTO)

ORANGTUA perlu melakukan pendekatan baru dalam mendidik dan mengasuh anak yang harus mengalami penyesuaian sosial. Sering kali orangtua menerapkan rumus yang sama dengan era yang dialami mereka dalam mendidik anak.

Perspektif pendidikan keluarga itu dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dalam seminar Pendidikan Keluarga Duta Oase Cinta, di Jakarta. “Dengan kemajuan teknologi komunikasi, tumbuhnya jaringan internet, dan media sosial yang semakin marak digandrungi remaja, dampaknya ada saja kalangan remaja yang belum dapat memanfaatkan medsos secara positif,” ujarnya.

Anies menegaskan setiap anak lahir sebagai pembelajar dan akan belajar dari semua yang ia temui serta akan mencoba mengetahui hal itu. Tugas orangtua ialah menuntun, bukan menuntut anak. “Hal seperti ini tampak sederhana, tetapi implikasi dalam proses pendidikan anak sangat besar,” jelasnya.

Di sisi lain, kecemasan juga terjadi karena informasi yang terlalu banyak dan simpang siur. Sebab itu, masyarakat membutuhkan panduan dan harus bertukar pengalaman sehingga dapat melakukan yang terbaik untuk anak.

Orangtua dan keluarga, imbuhnya, berperan sangat penting dalam menentukan tumbuh kembang anak. Kendati menjadi pendidik terpenting, orangtua sering kali tidak siap memerankan fungsi itu. Mendikbud berharap seluruh masyarakat mesti bersiap menjadi orangtua yang mampu menjalankan peran sebagai pendidik.

Anis menambahkan trisentra pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara yang terdiri atas keluarga, sekolah, dan masyarakat harus bisa bahu-membahu merawat ekosistem untuk tumbuh kembang anak.

Tangkal kekerasan
Kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan tempat tinggal, sekolah, dan aktivitas bermain dirasakan terus meningkat. Dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2011, ada 2.178 kasus kekerasan pada anak. Pada 2012, jumlah itu bertambah menjadi 3.512, pada 2013 menjadi 4.311, dan pada 2014 meningkat jadi 5.066.

“Adanya peningkatan fenomena kekerasan pada anak menunjukkan keluarga, lingkungan sekitar, sekolah, dan masyarakat belum mampu memberi perlindungan memadai kepada anak,” ungkap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Kamis (10/3).

Salah satu hal penting, menurut Yohana, ialah program penguatan tatanan sosial, perilaku, dan keterampilan orangtua dalam mendidik anak serta proses menyadarkan masyarakat tentang dampak buruk berlaku kasar kepada anak.

Keberadaan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di setiap provinsi, menurut dia, tidak berhasil menekan kekerasan anak lantaran gagal menarik partisipasi masyarakat untuk mencegah kekerasan anak. Untuk itu, Kementerian PP-PA menginisiasi lahirnya sebuah gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). (*/Tlc/H-1)

oebay@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya