Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
KEINDAHAN gerhana matahari total (GMT) tidak hanya sebatas pada korona atau pemandangan ketika cahaya matahari yang tertutupi akan terlihat seperti cincin bercahaya.
Berbagai keindahan alami juga akan tersaji dari perilaku hewan yang akan menimbulkan bermacam reaksi saat gerhana berproses menuju puncak.
"Binatang itu kan makhluk hidup yang sama seperti manusia punya kebiasaan masing-masing setiap waktunya. Ketika terjadi gerhana, tentu mereka juga akan merasakan perbedaannya," ungkap ahli astronomi Bambang Hidayat di Jakarta, Jumat (26/2).
Pada saat proses GMT akan terjadi pada 9 Maret mendatang, ujar Bambang, hewan akan meresponsnya sebagaimana proses peralihan dari siang menuju malam.
Dengan demikian, seluruh peralihan aktivitas hewan akan terlihat terjadi dengan begitu cepat.
"Jadi hewan malam seperti jangkrik dan kodok akan mengeluarkan suara seperti pada malam hari saat GMT terjadi. Sementara itu, binatang lain yang beraktivitas siang hari akan segera mencari perlindungan," imbuhnya.
Selain itu, fenomena itu akan berpengaruh pada beberapa jenis tumbuhan, seperti putri malu yang akan menguncup dan mekar kembali setelah gerhana terjadi.
Hal-hal itu diketahui dari pengamatan gerhana-gerhana sebelumnya, terutama pada 1983.
Setelah ini diharapkan juga ada hasil pengamatan yang dapat menambah berbagai pengetahuan astronomi dan makhluk hidup lainnya.
Diceritakan Bambang, GMT pertama kali terjadi di daratan Indonesia pada 1901.
Pada saat itu, GMT melewati beberapa wilayah seperti Sulawesi Tengah, sebagian Borneo, dan Papua. Berdasarkan penelitian oleh berbagai lembaga antariksa internasional, GMT pertama kali terjadi pada 4,5 miliar tahun lalu.
"Di Pulau Jawa, GMT baru akan terjadi sekitar tahun 2252, masih sangat lama."
Kacamata gerhana
Fenomena alam GMT diyakini bakal menyedot perhatian ilmuwan dan masyarakat awam.
Memantau atau melihat GMT memerlukan alat khusus supaya tidak membahayakan mata.
Dalam beberapa detik saja, bila melihat langsung, dapat mengakibatkan kerusakan permanen retina karena radiasi tinggi tak terlihat yang dipancarkan dari matahari.
Berangkat dari sana, seorang warga Lembang, Kabupaten Bandung Barat, membuat alat khusus yang bisa memantau GMT.
Alat itu bernama 'kacamata matahari raksasa' yang memiliki lebar 9 meter dan panjang 15 atau 30 meter.
Kacamata matahari itu dapat digunakan sampai 50 orang.
Saat ditemui di workshop Imah No'ong yang terdapat di RT 2/RW 12
Kampung Areng, Desa Wangunsari, Hendro Setyanto--sang pembuatnya--kini tengah sibuk merangkai kacamata raksasa itu yang diyakini merupakan yang pertama dan terbesar di Indonesia.
"Biayanya sampai Rp60 juta. Yang mahal tedapat pada filternya karena harus didatangkan khusus dari Amerika Serikat, juga termasuk penggunaan bahan akrilik yang harganya cukup mahal juga," ujarnya.
Menurut rencana, kacamata raksasa itu akan dibawa ke Bangka tempat dia dan peneliti amatir dari Imah No'ong akan melakukan pengamatan bersama astronom lainnya. (DG/AR/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved