Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
SEBAGAI peneliti, seseorang tidak selalu berkiprah di dunia akademis.
Ada juga peneliti yang menerapkan ilmunya untuk membantu mengungkap, mengembangkan, dan mencari solusi terbaik untuk masa depan.
Salah satunya saat mengidentifikasi jenazah yang sudah tidak bisa dikenali.
Hal itu bukan perkara mudah. Dibutuhkan ilmu dan keterampilan khusus guna mengungkap identitas korban, apalagi bila kondisinya sudah tidak utuh lagi.
Dia adalah Etty Indriati, akademisi di sebuah perguruan tinggi yang lebih sering bermain-main dengan rangka manusia, termasuk rangka manusia purba.
Hal itu terkait pada keahliannya di bidang antropogi forensik dan paleoantropologi.
Namun, siapa sangka, awalnya Etty yang merupakan seorang dokter gigi mengaku banyak orang meminta dirinya mengidentifikasi tubuh manusia, terutama tulang.
Saat melihat banyaknya permintaan itu, Etty pun melanjutkan studinya ke Amerika Serikat (AS) untuk mendalami ilmu antropologi forensik.
"Dulu saya seorang dokter gigi, tetapi karena adanya permintaan untuk belajar mengenai tulang dan saya kebetulan juga sudah bosan menjadi dokter gigi, saya putuskan untuk memperdalam ilmu ini," ungkapnya.
Sebagai satu-satunya profesor antropologi forensik di Indonesia saat ini, Etty sering kali diminta membantu proses identifikasi jenazah saat terjadi bencana, di antaranya saat meletusnya Gunung Merapi pada 2010, terbakarnya pesawat Garuda pada 2007, jatuhnya pesawat Air Asia pada 2014, serta beberapa kasus mutilasi.
Tulang
Etty yang juga anggota tim nasional Disaster Victim Identification atau DVI bertugas mengidentifikasi korban yang kondisinya sulit dikenali.
Dengan bekal ilmu antropologi ragawi yang dikuasainya, Etty bisa dengan cepat mengidentifikasi jenis kelamin, perkiraan usia, dan pertalian ras dengan melihat kerangka korban.
"Karena dari sepotong tulang, kita bisa menentukan orang itu dari ras apa, warna kulit, umur berapa, tinggi badan berapa, laki-laki atau perempuan. Jadi menunjuk individu itu siapa jika pada suatu saat terjadi bencana, di saat wajah sudah sangat sulit dikenali bahkan oleh orang-orang yang dicintainya," ujar Etty.
Etty, misalnya, pernah dimintai bantuan oleh pihak kepolisian untuk mengidentifikasi korban mutilasi yang ketika itu badannya ditemukan di Jakarta dan kepalanya di daerah lain, yakni Purworejo.
"Kasus mulitasi itu macam-macam. Semisal umur pada kepalanya sama dengan badannya. Karena tulang dan otak kepala manusia berumur di bawah 20 tahun akan berbeda dengan umur yang sudah di atas itu sehingga bisa diidentifikasi apakah ada kemiripan antara tulang kepala dan badan korban mutilasi itu," paparnya.
Korupsi
Selain mengidentifikasi jenazah, Etty yang saat ini sedang cuti mengajar lebih fokus pada penelitian tentang science of happiness.
Selain itu, Etty kerap diundang untuk memberikan kuliah bagi tamu di luar negeri serta instansi-instansi kepolisian dan antikorupsi.
Menurutnya, peralihan ilmu dari antropologi tubuh manusia menjadi antropologi korupsi disebabkan dirinya ingin mengetahui lebih dalam akar masalah dari korupsi di Indonesia.
Pasalnya, semua orang sudah hampir tahu masalah tersebut sangat susah diberantas.
"Karena negara kita itu masih negara berkembang, dengan korupsinya yang klasik, yaitu mengambil uang dari APBN atau sumber daya alam yang diperjualbelikan. Beda dengan negara maju yang sudah mengaplikasikan kemampuan otak menjadi sebuah teknologi di saat situasi itu sulit untuk melakukan korupsi," terang Etty.
Etty yang juga aktif menulis tidak hanya banyak menghasilkan buku dan jurnal ilmiah, tapi juga novel, kumpulan puisi, dan komik mengenai kehidupan purba.
Ke depannya, Etty yang sedang mendalami antropologi korupsi berencana membuat komik mengenai korupsi di Indonesia. (M-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved