Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
Jalinan kerjasama antara Benua Asia dan Eropa telah berlangsung selama hampir 20 tahun sejak didirikannya Pertemuan Asia dan Eropa atau Asia-Europe Meeting (ASEM) pada 1996. Saat ini, ada tiga prioritas ASEM, yakni memperkuat konektivitas, menebalkan komitmen kerja sama yang konkret, dan mendongkrak kerja sama ekonomi.
Konektivitas yang dimaksud bukan semata-mata tentang transportasi dan infrastruktur tetapi juga perihal membangun jaringan yang kuat antara lembaga-lembaga di berbagai bidang. Dengan memperkuat konektivitas, masalah-masalah regional dan global diharapkan dapat teratasi.
ASEM memang harus memaksimalkan perannya mengingat gabungan Asia dan Eropa mencerminkan kekuatan yang berpengaruh baik dari sisi jumlah penduduk maupun GDP, yakni 60% penduduk dan 63% GDP dunia. Kondisi Eropa yang terbilang stabil berpadu dengan situasi Asia yang terus-menerus menggeliat dapat menghasilkan hal luar biasa.
Sementara itu, untuk memperkuat konektivitas Asia-dan Eropa dari sisi sosial dan budaya, ASEM melalui lembaga nirlaba di bawahnya Asia Europe Foundation (ASEF) telah menggelar pelatihan bagi para jurnalis bertajuk Asia-Europe Digital Connectivity di Brussels, Belgia, 28-29 Januari 2016 lalu.
Dalam pelatihan tersebut, sebanyak 15 jurnalis dari berbagai negara mendiskusikan peran dan tanggung jawab dalam meliput peristiwa. Dasar pemikirannya ialah dunia semakin kompleks dan batas antar satu negara dengan negara lain tidak lagi sekaku yang dulu. Kondisi itu membuat wartawan bertanggung jawab kepada khalayak untuk melaporkan berita dari seluruh dunia yang berdampak dan berpengaruh.
Dari ke-15 jurnalis tersebut, Media Indonesia menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia. Peserta lainnya berasal dari negara Italia, Belgia, Prancis, Finlandia, Slovenia, Kroasia, Press Club Brussels Europe, Mongolia, India, Pakistan, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam. DR. Mike McCluskey dari Australia menjadi moderator acara.
“Apa yang terjadi di satu benua amat mungkin memiliki nilai berita bagi orang-orang dari benua lain. Kita perlu wartawan untuk menceritakan kisah tersebut. Tidak hanya wartawan berintegritas, tetapi juga tahu melaporkan berita dengan cara yang benar-benar penting bagi khalayak lokal Anda masing-masing," kata McCluskey.
Para peserta dari Benua Eropa dilatih untuk mencari dan menyajikan berita dari Benua Asia yang penting dan menginspirasi bagi khalayak di negara masing-masing. Para jurnalis dari Asia juga ditantang untuk melakukan hal serupa. Pelatihan itu sendiri berlangsung dalam suasana menyenangkan, interaktif, dan terfokus.
Contoh yang mengemuka dalam salah satu diskusi kelompok kecil ialah mengenai isu korupsi. Di banyak negara di Asia, korupsi menjadi tema besar pemberitaan karena begitu mengakar dan menggerogoti sendi-sendi bernegara. Isu tersebut juga masih menjadi perhatian salah satu negara di Eropa yakni Italia.
Salah seorang jurnalis asal Italia, Matteo Miglietta, kemudian menceritakan tentang perjuangan seorang tokoh agama di negaranya. Pastor Don Luigi Ciotti telah 20 tahun lebih menggalang perlawanan terhadap mafia. Ia kemudian mendirikan pergerakan bernama Libera sebagai sarana dalam menyuarakan antimafia.
Upayanya tersebut berhasil sehingga memaksa polisi mengusut tuduhan yang dialamatkan kepada keluarga mafia. Penegak hukum kemudian menyita berbagai aset dari tangan mafia seperti lahan untuk kemudian dijadikan fasilitas umum, seperti sekolah, koperasi, kebun anggur, dan industri, yang hasilnya bisa diekspor ke New York, Amerika Serikat.
Konektivitas digital
Berbagai kisah yang terjadi di benua lain sebenarnya sudah semakin mudah ditemukan seiring dengan berkembangnya era digital. Selain bisa memanfaatkan jaringan antarteman, jurnalis dapat dengan mudah mencari berita melalui internet termasuk di dalamnya media sosial seperti Facebook dan Twitter.
Hal ini semakin diperkuat melalui makalah berjudul ‘Opportunities and Challenges for Journalism in the Digital Age: Asian and European Perspectives’ karya Gareth Price. Price merupakan peneliti dari lembaga indepeden terkemuka yang berbasis di London, Chatham House.
Jurnalis media cetak atau tradisional, sekalipun tengah menghadapi senja kala, sejatinya dapat bertahan asalkan mampu beradaptasi dan ikut memanfaatkan konektivitas digital. Gareth Price kemudian meringkas sejumlah poin yang harus menjadi perhatian wartawan dan pengelola media tradisional.
Pertama, koran harus menyadari tidak lagi bertindak sebagai ‘gatekeepers’ dalam mendapatkan akses informasi. Kedua, media cetak masih kurang jeli menangkap peluang dalam melakukan ‘monetizing’ pembaca di era digital. Sebaliknya, hal itu lebih cepat dikerjakan oleh perusahaan teknologi informasi dan agregator berita.
Poin selanjutnya ialah mengenai sejumlah media cetak dan jurnalis yang berupaya mencari pendanaan lewat dukungan modal dari yayasan ataupun melalui ‘crowd-sourcing’. Model seperti ini sejatinya menimbulkan kekhawatiran dari sisi imparsialitas dan juga keberlangsungan pendanaan.
Keempat, penggunaan media sosial sebagai sumber berita semakin tinggi. Di sinilah media cetak bisa ikut mengambil peran. Dalam masyarakat yang terbelah, penyebaran berita salah lewat media sosial dapat mengancam kohesivitas suatu komunitas. Lalu di mana peran institusi koran? Yakni, menjadi sumber informasi akurat dan terpercaya.
Hal berikutnya ialah tetang penguatan kerja sama. Tantangan yang dihadapi institusi media sebenarnya berlangsung secara global. Tidak sedikit media cetak berguguran. Namun, kombinasi teknologi Eropa dan pertumbuhan pasar di Asia dapat melahirkan potensi besar bila terjadi penguatan kerjasama di antara jurnalis Eropa dan Asia.
Kini, media cetak di Asia banyak yang sudah menerbitkan artikel dari media cetak Eropa. Di sisi lain, China selaku kekuatan raksasa internasional yang tengah naik daun membuat koran dari berbagai negara di Eropa tidak boleh melewatkannya begitu saja. Intinya ialah pemberitaan tentang Asia dan negara-negara di benua ini harus mendapat porsi yang layak di media cetak Eropa.
Tantangan sekaligus peluang yang harus dicermati atau mungkin dimanfaatkan media cetak di Asia dan Eropa ialah keberadaan ‘citizen journalists’. Keberadaan jurnalis warga ialah keniscayaan yang tidak bisa dinafikkan akibat era globalisasi.
Terlepas dari enam poin di atas, peserta pelatihan Brussels menemukan kesepahaman bahwa media cetak tetap berpeluang ambil bagian di era digital. Selain harus akurat dalam pemberitaan serta mampu menyajikan berbagai hal yang dibutuhkan pembaca, para pengelola media cetak harus memiliki pendekatan terhadap konsumen mereka. (OL-05)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved