Monitor Kehamilan di Kawasan Terpencil

MI/Hera Khaerani
23/1/2016 15:15
Monitor Kehamilan di Kawasan Terpencil
(MI/Hera Khaerani)

SENYUM Yetti Susanti terkembang. Ibu dua anak itu tengah mengandung anak ketiganya. Sebulan dua kali, bidan datang ke rumahnya di Parak Buruk, Kelurahan Batipuh Panjang, Sumatra Barat. Dengan alat-alat yang dibawa bidan Nilawati, dia tahu ia dan kandungannya yang berusia tujuh bulan sehat. Dalam video dokumenter Philips, tidak hanya lingkar pinggang, bidan Nila juga memeriksa kadar gula darah, tingkat hemoglobin, dan protein dalam urine. Kemudahan itu terbilang mewah bagi Yetti karena puskesmas berjarak cukup jauh dari rumahnya.

Kondisi itu diakui Penjabat (Pj) Bupati Sijunjung Mudrika dalam peluncuran program kerja sama Mobile Obstetrical Monitoring Solution (MOM) dari Royal Philips di Jakarta, Senin (11/1). "Masyarakat di sana tidak seperti di sini (Jakarta). Untuk USG saja, masyarakat saya masih sebatas mimpi. Jarak terdekat ke puskesmas biasanya ditempuh dengan sejam naik mobil atau motor," ungkap Mudrika. Kabupaten Sijunjung seluas 2,746 km2 di Sumatra Barat menjadi tempat percontohan MOM selama setahun.

Solusi berbasis ponsel pintar itu didesain dengan mengidentifikasi komplikasi kehamilan berisiko dan membantu memperbaiki angka kematian ibu. Tahun ini, layanan telehealth MOM akan diperkenalkan ke daerah-daerah lain di Indonesia, India, dan Afrika. Rencananya setiap bidan yang memeriksa ibu hamil di daerah-daerah terpencil dibekali tas berisi alat-alat kesehatan. Ponsel pintar para bidan itu kemudian ditanamkan aplikasi MOM.

Para bidan itu harus mengisi data vital ibu hamil, seperti berat badan, tekanan darah, suhu tubuh, dan gambar ultrasonik mobile kepada dokter kebidanan dan kandungan ke rumah sakit yang lebih besar. Data itu bisa diakses dokter spesialis di rumah sakit daerah melalui situs MOM. Data itu digunakan untuk memantau kondisi kesehatan para ibu dan mengidentifikasi kehamilan dengan risiko tinggi. "Ini alert system untuk dokter mendiagnosis jarak jauh," tukas Presiden Direktur Philips Indonesia Suryo Suwignjo.

Sebagaimana diketahui, idealnya setiap ibu hamil memeriksakan kandungannya minimal empat kali. Namun, karena persoalan jarak yang jauh ke akses layanan kesehatan dan biaya, masyarakat di wilayah terpencil Tanah Air enggan memeriksakan kehamilan. Berbagai gangguan baru diketahui saat bayi dilahirkan sehingga sudah terlambat. Tak mengherankan jika Indonesia saat ini masih menjadi salah satu negara di Asia Tenggara dengan tingkat kematian ibu tinggi. Berdasarkan data WHO pada 2013, ada 190 kematian ibu di setiap 100 ribu kelahiran. Di Sumatra Barat berdasarkan survei Universitas Andalas tahun 2008, ada 212 kematian tiap 100 ribu kelahiran bayi.

Harapan dan kendala
Inovasi yang menjawab persoalan di masyarakat membawa harapan, tapi bukan berarti tanpa tantangan. Bupati Sijunjung yang daerahnya menjadi percontohan selama 2015 masih berhati-hati, yaitu pantang mengalokasikan APBD untuk berinvestasi pada peralatan dan aplikasi yang ditawarkan Philips. Dia menyadari alat yang bagus pada akhirnya bisa sia-sia kalau orang-orang yang mengoperasikannya tidak mampu. Sebagai tahap awal, mereka fokus melatih dokter menggunakan alat-alat dan aplikasi itu.

Padahal, terobosan utama sistem itu dibekali dengan peralatan dan aplikasi yang bisa diakses secara real time. Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Sijunjung dr Edwin Suprayogi juga menjelaskan pihaknya tidak akan mengalokasikan anggaran untuk bidan dan dokter yang dilibatkan dalam sistem MOM. Ini artinya sekalipun dokter spesialis memberikan saran tindakan medis yang perlu dilakukan untuk pasien yang dilayani bidan di pelosok, mereka tidak akan mendapat bayaran. Karena itu, tidak ada jaminan dokter atau bidan akan mau dengan sukarela menggunakan aplikasi itu.

"Yang ada itu insentif untuk tiap kunjungan," ujarnya berharap MOM bisa meningkatkan jumlah kunjungan pasien ke layanan kesehatan dan rumah sakit. Di sisi lain meski berharap data bisa diakses dan didistribusikan lebih cepat juga real time, sinyal internet sering bermasalah di daerah pelosok. Hal itu bisa menjadi kendala tercapainya tujuan itu. Beruntung, aplikasi MOM setidaknya bisa dioperasikan secara offline dan masuk ke pusat data ketika terhubung dengan internet. Hal ini tetap memudahkan bidan dalam mencatat kondisi ibu hamil yang diperiksanya. (M-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya