Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DEWAN Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tetap mengusulkan kenaikan iuran Jaminan Kesehat-an Nasional (JKN) meski DPR telah menolak usulan tersebut bagi peserta bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) kelas III.
"Usulan kami ialah final, enggak akan kami ubah seperti yang sudah kami usulkan pada Presiden," kata anggota DJSN Angger P Yuwono, kemarin. Angger menilai DPR masih belum memahami sepenuhnya tentang PBPU. Untuk itu, ujar dia, DJSN akan melakukan sosialisasi dan menjelaskan latar belakang penyebab dinaikkannya iuran JKN secara lebih lengkap kepada DPR.
Dia menjelaskan, sebelumnya DJSN sudah menyelesaikan tugasnya untuk memberikan usul-an kenaikan iuran JKN kepada Presiden Joko Widodo. Setelah usulan tersebut diterima Kementerian Keuangan, Kemenkeu kemudian mengusulkan menambah kenaikan iuran pada PBPU kelas I dan kelas II.
Pada Kelas 1, dari Rp80 ribu diusulkan DJSN menjadi Rp120 ribu, lalu oleh Kemenkeu dinaikan menjadi Rp160 ribu. Pada kelas 2, dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu (usulan awal DJSN Rp75 ribu). "Usulan lainnya, dilakukan pembenahan sistemis atas tata kelola penyelenggaraan program JKN, yang kedua mengusulkan kenaikan iuran," jelasnya.
Terhadap rencana penaikan iuran JKN-BPJS tersebut, Wakil Ketua DPR-RI Fadli Zon menegas-kan bahwa pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat. Fadli juga menyebut pelayanan kesehatan harus memudahkan masyarakat.
Menurutnya, rencana kenaikan tersebut menunjukkan skema BPJS ini tidak dipertimbangkan dengan matang. "Itu membuat masyarakat bukan mendapatkan kemudahan, mealinkan malah menambah ke-sulitan. Kan seharusnya skema BPJS ini memudahkan masyara-kat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan harga yang terjangkau. Jadi, orientasinya bukan bisnis," tutup Fadli.
Penolakan penaikan iuran juga disampaikan anggota DPRD Kota Tasikmalaya dari Partai NasDem Tjahja Wandawa, kemarin. Dia khawatir penaikan iuran akan menimbulkannya gejolak di masyarakat. "Penaikan iuran pada kelas bawah maupun atas tentu akan memperuncing masalah."
Tjahja juga beralasan persoalan yang dilakukan di beberapa rumah sakit masih menyisakan permasalahan seperti tidak tepat waktu dalam pembayaran. Selain itu, banyak warga selama dirawat di rumah sakit tidak bisa memakai dana sepenuhnya dari BPJS mulai operasi, persalinan, dan pengobatan jalan lainnya. "Adanya rencana penaikan iuran itu bisa memperkeruh suasana," ujarnya.
Tidak etis
Adanya wacana pengenaan sanksi bagi peserta BPJS Kesehatan yang tidak patuh membayar iuran, seperti yang dilontarkan Menteri Keuangan, mendapat kritikan pedas. Menkeu mengusulkan agar ada sanksi, seperti tidak bisa melakukan perpanjangan surat izin mengemudi (SIM) maupun tidak bisa mendaftarkan anak sekolah.
Menurut anggota Badan Anggaran (Banggar) Sukamta, usulan Menkeu itu tidak etis. "Kalau sanksi dikaitkan dengan hak untuk masuk sekolah, ini jelas sudah kelewat batas," kata Sukamta, kemarin. Menurut dia, sesuai amanah konstitusi, pendidikan, dan kesehatan merupakan hak dasar masyarakat. "Pemerintah semestinya fokus kepada penyelesaian akar masalah penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang setiap tahun defisit," ucapnya. (AD/Opn/RF/Ind/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved