Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
UPAYA restorasi lahan gambut oleh pemegang izin konsesi hutan tanaman industri (HTI) dinilai tidak berjalan maksimal. Hal itu disebut menjadi salah satu faktor sulitnya menghilangkan kebakaran hutan dan lahan yang tahun ini menunjukkan tren peningkatan.
Pernyataan itu diungkapkan sejumlah organisasi lingkungan yang tergabung dalam jaringan pemantau Eyes of Forest (Eof). Koalisi organisasi yang terdiri atas Walhi Riau, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), dan WWF-Indonesia itu meluncurkan laporan investigatif pada kawasan fungsi lindung ekosistem gambut (FLEG) yang berada di tujuh blok konsesi perusahaan di Riau.
"Hampir empat tahun setelah kebakaran besar pada 2015, kemajuan restorasi gambut di lahan konsesi HTI mereka tidak banyak kemajuan signifikan," kata Deputi Koordinator Jikalahari Okto Yoga dalan peluncuran laporan, di Jakarta, Jumat (30/8).
Temuan pemantauan EoF mengungkap upaya restorasi gambut oleh perusahaan yang dilokasikan untuk perlindungan dan pemulihan berdasarkan peta Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 130/MenLHK/Setjen/PKL.0/2/2017 tidak optimal.
Pemantauan EoF dilakukan pada lahan PT Sumatera Riang Lestari Blok IV Pulau Rupat, PT Sumatera Riang Lestari Blok III, PT Satria Perkasa Agung, PT Sakato Pratama Makmur (distrik Humus), PT Sakato Pratama Makmur (distrik Hampar), PT Bukit Batu Hutani Alam, dan konsesi PT Rimba Rokan Perkasa (izin telah dicabut pemerintah).
Upaya perusahaan memulihkan gambut dinilai buruk karena tidak menanami gambut dengan vegetasi asli dan kanal dikelola kurang baik.
Dari daftar blok konsesi itu, lima di antaranya juga diduga melanggar Peraturan Menteri LHK Nomor P16/MenLHK/Setjen/Kum.1/2/2017) dengan menanam lagi akasia setelah memanen tanaman lama. Padahal, perusahaan diwajibkan memulihkan kawasan dengan menanam spesies tanaman adaptif gambut.
"Hasil investigasi kami mendapati perusahaan tidak mematuhi peraturan terkait perlindungan dan restorasi gambut. Mereka tidak melakukan upaya yang serius dengan menanami kembali area yang telah dipanen dengan tanaman akasia yang seharusnya dipulihkan dengan menanam spesies lokal," tambah Okto.
Direktur Eksekutif Walhi Riau Riko Kurniawan mengatakan saat laporan investigatif dipersiapkan, kebakaran hutan di HTI masih terjadi termasuk di wilayah konsesi yang menjadi lokasi investigasi. Yakni di lahan PT Sumatera Riang Lestari Blok 3 Kubu, PT Sumatera Riang Lestari Blok 4 Pulau Rupat, dan PT Rimba Rokan Perkasa.
"Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tahun ini menunjukkan berkurangnya komitmen korporasi dalam melindungi dan memulihkan lahan gambut," ucap Riko.
Koalisi EoF mendorong pemerintah lebih tegas dalam menegakkan peraturan perlindungan gambut dan menerapkan sanksi kepada pemegang konsesi HTI yang diduga melakukan pelanggaran. EoF juga mendorong pemerintah terus melakukan supervisi pemulihan gambut di konsesi HTI secara efektif dan menyeluruh. (OL-09)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved