Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Harus Dibarengi Pembenahan

Indriyani Astuti
30/8/2019 12:49
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Harus Dibarengi Pembenahan
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris.(MI/Ardi Teristi Hardi )
RENCANA kenaikan tarif iuran yang diwacanakan pemerintah harus dibarengi dengan pembenahan data kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tujuannya agar iuran untuk peserta JKN segmen penerima bantuan iuran (PBI) yang dibayarkan pemerintah tepat sasaran.
 
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris menuturkan pihaknya terus berupaya melakukan pengkoreksian data (cleansing data) tujuannya untuk meminimalkan inclusion error atau terjadinya kesalahan karena orang yang tidak berhak menerima manfaat tapi masuk database sebagai penerima manfaat, sebaliknya exclusion error atau kesalahan data karena orang yang berhak menerima manfaat tidak masuk di database sebagai penerima.

"Tentu ada pembenahan data supaya masyarakat yang masuk dalam exclusion eror ini bisa tersentuh bantuan JKN," terang Fahmi ketika ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

BPJS Kesehatan bersama dengan Kementerian Sosial, ujar Fahmi, masih melakukan cleansing data peserta JKN. Dari temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terdapat ada 27,4 juta data peserta yang bermasalah.

Dari jumlah itu, ditemukan 17,1 juta data dengan nomor induk kependudukan (NIK) tidak lengkap, 10,1 juta NIK ganda, 21,369 tidak terdaftar di fasilitas pelayanan kesehatan, dan 134.120 telah meninggal dunia.

"Per 1 Agustus, sudah selesai pembenahan sebanyak 16,7 juta data. Masih ada sisa 10,6 juta data temuan BPKP yang belum selesai. Kami mengusulkan kepada Kementerian Sosial untuk mempercepat evolusi data tahap kedua dan memutakhirkan data peserta dengan data dinas catatan sipil," papar Fahmi.

Pemerintah saat ini membayarkan iuran JKN masyarakat 38% (96,8 juta orang) dari total 40% keseluruhan masyarakat dengan status sosial ekonomi terbawah di Indonesia. Besaran iuran yang dibayarkan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 23.000 untuk setiap peserta per bulan.

Iuran tersebut diusulkan naik menjadi Rp 42.000 pada Agustus 2019. Masyarakat miskin yang tidak atau belum mendapatkan bantuan iuran dari pemerintah diharapkan untuk membayar sendiri dengan mendaftarkan diri menjadi peserta mandiri kelas 3. Fahmi menyampaikan, kenaikan iuran akan tentu berdampak pada peserta kelompok tersebut.

"Besaran kenaikan iuran kalau dikonversi per hari tidak sampai Rp2 ribu untuk peserta mandiri kelas 3 tapi bisa memberatkan. Karena itu, pengkoreksian data terus dilakukan supaya secara jernih dapat dikategorikan mana kelompok mampu namun enggan membayar dan kelompok yang kemampuan membayarnya lemah," tutur Fahmi.

Bagi kelompok masyarakat yang ternyata mampu namun enggan membayar, menurut BPJS Kesehatan penegakan hukum harus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan.

Fahmi menyampaikan instrumen untuk penegakan hukum pada peserta yang menunggak iuran sudah ada yakni tidak bisa mengakses layanan publik seperti pembuatan surat izin mengemudi (SIM), passport, dan memperpanjang surat tanda kendaraan bermotor (STNK) sebelum melunasi tunggakannya. Tetapi, sanksi itu belum dijalankan secara maksimal.

"Sedang kita usulkan instruksi presidennya kepada Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan," ungkapnya. (Ind/OL-09))



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya