Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
BADAN Legislasi (Baleg) DPR menyepakati revisi Undang-Undang (UU) Perkawinan terkait dengan kenaikan batas usia minimal anak perempuan untuk menikah dimasukkan program legislasi nasional (prolegnas) sebagai perubahan terbatas. Revisi terbatas bahkan dapat dilakukan satu hari karena hanya satu pasal yang direvisi.
Baleg DPR menyepakati hal tersebut dalam rapat audensi dengan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin. KPI meminta DPR merevisi Pasal 7 ayat 1 UU No 1/1974 tentang Perkawinan dengan mengubah batasan usia minimal bagi anak perempuan untuk dapat menikah dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
Permintaan itu didasarkan pada hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2018 yang menganulir Pasal 7 UU Perkawinan dan menyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Dyah Pitaloka mengatakan revisi terbatas tak membutuhkan proses seperti pembahasan UU konvensional yang harus didahului naskah akademis. "Kita hanya melanjutkan apa yang diputuskan MK," ucapnya dalam rapat yang dipimpin Muhamad Sarmuji dari Fraksi Golkar.
Hal senada juga disampaikan anggota Baleg dari Fraksi PDIP lainnya, Eva K Sundari. Menurutnya, Baleg DPR sudah seharusnya menyelesaikan revisi UU Perkawinan dalam perubahan terbatas pada masa sidang DPR 2014-2019 yang akan berakhir dalam tiga bulan mendatang. "Kalau hanya satu pasal, satu hari pun bisa dilakukan revisi," tukas Eva.
Anggota kaukus perempuan DPR yang juga anggota Baleg dari Fraksi Golkar Endang Srikanti mengatakan revisi pasal terkait dengan batas usia minimal anak perempuan untuk menikah mendesak dilakukan dengan tujuan melindungi anak perempuan dari perkawinan anak. Selama ini UU tentang Perkawinan memperbolehkan anak perempuan menikah pada usia 16 tahun.
Menurutnya, jika UU tersebut tidak diubah, akan merugikan anak perempuan sebab secara fisik organ reproduksi anak perempuan belum siap apabila menikah di usia 16 tahun sehingga kandungannya akan berisiko ketika hamil.
Di samping itu, lanjutnya, anak juga mempunyai hak-hak yang harus dilindungi, antara lain hak mendapatkan pendidikan, bermain, dan hal lain yang diatur dalam Konvensi Hak Anak. "Kalau anak perempuan menikah pada usia anak, Indonesia tidak akan berhasil melahirkan gene-rasi emas," tukasnya.
Perketat dispensasi
Pelaksana Tugas Sekjen KPI Sutriyatmi dalam rapat menjelaskan, adanya batasan usia minimal 19 tahun untuk menikah bagi anak perempuan memberikan kesempatan bagi anak perempuan untuk mendapatkan haknya menyelesaikan sekolah terlebih dahulu. "Kami meminta agar batasan usia anak perempuan disamakan dengan laki-laki, dengan pertimbangan putusan MK dan asas kedudukan sama di hadapan hukum," terangnya.
Meskipun demikian, ia mengakui usia itu belum ideal dan usia ideal untuk menikah bagi anak perempuan yang ada pada UU Perkawinan ialah 21 tahun. Hal lain yang juga diusulkan direvisi ialah pasal 7 ayat 2 tentang dispensasi dari pengadilan atau pengadilan agama yang membuat anak perempuan bisa dinikahkan di bawah usia minimal.
"Kami ingin dispensasi diperketat," tandas Sutriyatmi. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved