Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Tingkatkan Ketermanfaatan Perpustakaan untuk Pembangunan

(S2-25)
17/5/2019 07:00
Tingkatkan Ketermanfaatan Perpustakaan untuk Pembangunan
Sri Sumekar Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional RI(MI/RAMDANI)

MINAT masyarakat Indonesia untuk membaca menempati peringkat ke-16 dunia dari 31 negara. Itu berdasarkan publikasi World Culturescore Index. Dari survei yang dilakukan lembaga swasta itu membuktikan bahwa minta membaca masyarakat Indonesia yang semula berada pada posisi rendah, naik ke level sedang.

Karena itu, Sekretaris Utama (Sestama) Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Sri Sumekar, mengakui pencapaian itu sungguh menggembirakan. Tidak mengherankan bila pemerintah memasukkan perpustakaan masuk dalam program prioritas nasional dalam mengatasi kemiskinan di Indonesia. Berikut ini petikan wawancara wartawan Media Indonesia, Fetry Wuryasti, dengan Sestama Perpusnas, Sri Sumekar.

Selama 39 tahun Perpusnas berkiprah untuk negeri, capaian apa yang istimewa bagi Perpustakaan Nasional?
Yang istimewa, yaitu perpustakaan masuk dalam program prioritas nasional dalam mengatasi kemiskinan di Indonesia. Kemudian dari segi minat baca juga sudah meningkat. Sayangnya, belum semua provinsi tinggi tingkat membacanya, baru sekitaran Pulau Jawa dan rendah di daerah timur Indonesia.

Maka, itu memengaruhi tingkat nasional. Capaian lainnya dari perpustakaan nasional bisa dilihat dari segi kepuasan sudah lebih meningkat. Sangat memuaskan. Kunjungan meningkat pada gedung kami yang baru. Persepsi masyarakat terhadap perpustakaan tidak hanya untuk membaca, kepala daerah juga berkunjung dan mengatakan positif untuk pelayanan perpustakaan nasional. Lalu dari segi anggaran, walaupun naiknya sedikit dari Rp584,9 miliar pada 2018 menjadi Rp730,78 miliar pada 2019, tetapi sudah ada peningkatan.

Kemudian apa tantangan yang masih terus dihadapi Perpustakaan Nasional?
Tentu peningkatan budaya membaca. Itu tujuan mendirikan perpustakaan nasional, mencerdaskan budaya masyarakat yang masih lebih condong mendengarkan tutur dari pada membaca. Selain itu, memang jumlah terbitan buku dan penerbit di Indonesia juga tidak banyak. Ini salah satu kendala koleksi tidak sampai kawasan Timur. Akan tetapi, stimulan tetap kami lakukan, untuk pemerataan koleksi yang tinggi di Jawa dan minim di timur Indonesia.

Anggaran tersebut apakah telah cukup untuk memenuhi kebutuhan?
Sebetulnya belum. Kalau berbicara ideal, seharusnya anggaran sekitar Rp4-Rp5 triliun dalam 1 tahun. Itu karena kami membina seluruh perpustakaan di Indonesia. Apalagi, tema program 2020 dalam rencana program jangka menengah nasional (RPJMN) kami mengenai peningkatan sumber daya manusia.

SDM dalam konteks ini bukan hanya di perpustakaan nasional, melainkan juga pustakawan seluruh Indonesia, termasuk mereka yang memakai perpustakaan atau pemustaka. Maka dengan dana yang ada diutamakan pada peningkatan SDM. SDM itu menurut saya tidak mungkin pintar kalau tidak membaca. Oleh karena itu, yang membaca mesti disediakan sarana baca, koleksi buku, dan sebagainya. Apalagi sekarang era digital. Itu sudah harus disiapkan perangkat digital terkait dengan koleksi daring. Koleksi untuk digital di daerah pun masih terbatas.

Daerah yang mulai mendigitalkan koleksi baru sampai tahap beberapa provinsi, belum sampai kabupaten/kota. Anggaran Perpusnas yang terbatas hanya dapat mencakup Rp3.184 per penduduk Indonesia. Padahal, idealnya satu orang terpenuhi 15 koleksi. Sementara itu, minimal harga buku berkualitas dimulai seharga Rp50 ribu per buku. Jadi, kami memang masih kurang dari anggaran tersebut. Ini terlihat baru dari penyediaan koleksi. Belum lagi dari peningkatan sarananya.Sekarang di daerah tidak dilengkapi sarana komputer dan sebagainya. Mereka hanya bisa mengadakan, tapi di skala provinsi, belum sampai ke tingkat bawah.

Memang daerah belum ada alokasi dananya?
Daerah mungkin mampu membeli komputer, tetapi hanya untuk kebutuhan kerja. Untuk sarana layanan harus dari pusat, termasuk listrik dan jaringan.

Sekarang semua stakeholder sudah mulai pembenahan. Bagaimana dengan mengembangkan model partisipasi dan pemberdayaan seluruh komponen?
Dengan dana yang ada, prioritas kami terutama untuk pengembangan perpustakaan di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Kami juga terus membina provinsi. Mereka juga ada kewajiban pembinaan meningkatkan minat baca daerah sesuai undang-undang otonomi daerah.

Kami di pusat hanya memberi stimulan. Lalu dengan pemberdayaan masyarakat, kami sudah pernah kerja sama dengan corporate social responsibility (CSR) dengan Bill and Melinda Gates bersama Coca Cola Foundation melalui program PerpuSeru, kami merintis perpustakaan berbasis inklusi sosial. Tahun ini, kami ada program pengembangan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial. Itu contoh perpustakaan desa diharapkan menggali masyarakat bisa ikut terlibat dalam program tersebut. Sistemnya kami memberikan koleksi kemudian kami melakukan pendampingan untuk masyarakat bagaimana cara memanfaatkan menjadi suatu produk. Pada 2019 ini ada 300 perpustakaan desa yang dikembangkan. Target kami dengan melibatkan masyarakat tentu untuk bisa meningkatkan tingkat membaca di Indonesia. (S2-25)

 

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya