Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Kondisi Sosial Ekonomi Pertanian Membaik

Ketut Kariyasa-Kapusdatin
09/1/2019 16:55
Kondisi Sosial Ekonomi Pertanian Membaik
(Antara)

KETEPATAN pemerintah dalam menentukan program dan kebijakan pembangunan pertanian melalui Kementerian Pertanian telah berdampak terhadap membaiknya kondisi sosial ekonomi pertanian. 

Hal ini dapat dilihat dari peran PDB sektor pertanian yang menjadi semakin penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional, inflasi bahan pangan terkendali, jumlah penduduk miskin di perdesaan semakin menurun dan kesejahteraan petani semakin membaik. Hal ini juga sejalan dengan program dan kebijakan pembangunan pertanian yang dijalankan Pemerintah saat ini di mana hasilnya tidak hanya sebatas pada meningkatkan produksi tapi harus mampu berkontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan petani sebagai pelaku utama dalam sektor pertanian.

PDB Sektor Pertanian Terus Membaik
Dalam empat tahun terakhir PDB Sektor Pertanian mengalami pertumbuhan membanggakan. Pada 2013, nilai PDB sektor pertanian  mencapai Rp994,8 triliun dan pada tahun 2017 menjadi Rp1.344,7 triliun atau naik Rp350 triliun atau 35,17%. Bahkan selama periode 2013-2017, akumulasi tambahan nilai PDB Sektor pertanian yang mampu dihasilkan mencapai Rp1.375 triliun atau naik 47% dibandingkan dengan tahun 2013. Pada 2018, PDB Sektor Pertanian dibandingkan triwulan III tahun lalu juga tumbuh cukup tinggi, yaitu 5,3% dari Rp375,8 triliun menjadi Rp395,7 triliun. 

Semua PDB menurut komoditas juga tumbuh positif. Bahkan PDB tanaman hortikultura tumbuh luar biasa, mencapai 13,8%.  Demikian juga dengan PDB perternakan yang juga tumbuh sekitar 10,2%. Sampai dengan Triwulan III 2018, PDB sektor pertanian juga tumbuh positif sebesar 5,5% dibanding tahun sebelumnya.  Secara akumulatif sampai Triwulan III, PDB komoditas hortikultura juga mengalami pertumbuhan tertinggi, 11,6%, disusul  peternakan 9,1%.

Selain tumbuh positif, peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi nasional juga semakin penting dan strategis, hal ini terlihat dari kontribusinya yang makin meningkat.  Pada 2014, Sektor Pertanian (termasuk kehutanan dan perikanan) berkontribusi sekitar 13,14% terhadap ekonomi nasional dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 13,53%.  Kalau diperhitungkan juga industri agro dan penyediaan makanan dan minuman yang berbasis bahan baku pertanian, kontribusinya bisa mencapai 25,84% terhadap perekonomian nasional pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 26,1% pada tahun 2017.

Menekan Inflasi Bahan Makanan
Keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi melalui penerapan program dan kebijakan pembangunan pertanian yang tepat telah mampu meningkatkan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri secara signifikan. Dampaknya terlihat dari stabilnya harga pangan di tingkat konsumen, sekalipun pada hari-hari besar keagamaan maupun tahun baru, terutama dalam 2 tahun terakhir.  

Inflasi kelompok bahan makanan terus menurun, dari 10,57% pada 2014, masing-masing menjadi 4,93% pada 2015 dan 5,69% pada 2016.  Bahkan di tahun 2017, selain turun menjadi 1,26%,  dapat dikatakan dalam sejarah Indonesia baru kali ini inflasi bahan makanan/pangan lebih rendah dari inflasi umum (3,61%).  

Kesejahteraan Petani Membaik
Selain mampu meningkatkan peranannya terhadap ekonomi nasional dan menekan inflasi, ketepatan pemerintah dalam menentukan program dan kebijakan pembangunan pertanian telah mampu meningkatkan kesejahteraan petani, yang dapat dilihat dari indikator membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dan menurunnya jumlah penduduk miskin di perdesaan. 

Pada 2014, nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05; dan pada tahun 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83.  Nilai NTUP pada 2017 dan 2018 sampai bulan Desember juga membaik menjadi 110,03 dan 111,56. Jumlah penduduk miskin di perdesaan juga terus menurun, pada Maret 2015 masih sekitar 14,21% (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama tahun 2016 dan 2017 turun menjadi 14,11% (17,67 juta jiwa) dan 13,93% (17,09 juta jiwa).  Demikian juga pada Maret 2018, kembali turun menjadi 13,47% (15,81 juta jiwa).

Membaiknya kesejahteraan petani juga bisa dilihat dari menurunnya indeks Gini Rasio di perdesaan, yang mencerminkan pemerataan pendapatan di perdesaan membaik, atau dengan kata lain ketimpangan pendapatan antar rumah tangga di perdesaan semakin rendah.  Pada 2015, indek Gini Rasio di perdesaan sebesar 0,334 dan pada 2016 dan 2017 turun masing-masing menjadi 0,327 dan 0,320. 

Pada tahun ini, 2018, memang sedikit menaik sebesar 0,004 poin menjadi 0,324, tapi yang perlu dicatat bahwa kerberhasilan pembangunan pertanian telah menyebabkan pemerataan pendapatan di perdesaan jauh lebih baik dibanding di perkotaan, yang terlihat dari nilai indeks Gini Rasio di perkotaan masih sekitar 0,401.  Dengan demikian, dengan mudah dan jelas dapat dilihat bahwa keberhasilan pembangunan pertanian telah berdampak terhadap membaiknya kesejahteraan petani sebagai pelaku utama dalam pembangunan pertanian.

Program dan Kebijakan Pembangunan Pertanian
Berbagai program telah dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pertanian dalam meningkatkan peran penting sektor pertanian dalam perekonomian nasional, menekan inflasi, dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Program upaya khusus (UPSUS) peningkatan produksi padi, jagung, kedelai, hortikultura dan program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB) pada peternakan, serta bantuan bibit pada perkebunan telah mampu meningkatkan produksi komoditas pertanian secara signifikan sehingga menyebabkan PDB sektor pertanian tumbuh positif secara konsisten. 

Dampak peningkatan produksinya juga menyebabkan ketersediaan, khususnya pangan menjadi meningkat sehingga mampu menekan inflasi bahan pangan secara signifikan.  Program Asuransi Pertanian yang pertama kali dilakukan dalam Pemerintah Kabinet Kerja juga telah mendorong petani untuk menanam komoditas pertanian karena adanya jaminan kalau gagal panen.

Program pengembangan pertanian modern melalui penggunaan alsitan secara masif dari aspek ekonomi secara signifikan mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan keluarga petani, karena mampu menghemat biaya pengolahan tanah, biaya tanam, biaya penyiangan, dan biaya panen karena sebagian besar tenaga kerja sudah diganti oleh penggunaan alsintan yang jauh lebih efisien.  Pengunaan alsintan juga mampu meningkatkan produktivitas lahan melalui pengurangan kehilangan hasil. Adanya penghematan biaya produksi dan perbaikan produktivitas ini menyebabkan pendapatan keluarga petani meningkat secara tajam.  

Penggunaan traktor roda-2 dan roda-4 mampu menghemat penggunaan tenaga kerja dari 20 orang menjadi 3 orang/ha, dan biaya pengolahan lahan turun  sekitar 28%;  penggunaan rice transplanter mampu menghemat tenaga tanam dari 19 orang/ha menjadi 7 orang/ha sehingga  dapat menurunkan biaya tanam hingga 35%, serta mempercepat waktu tanam menjadi 6 jam/ha;  penggunaan combined harvester mampu menghemat tenaga kerja dari 40 orang/ha menjadi 7,5 orang/ha dan menekan biaya panen hingga 30%, menekan kehilangan hasil dari 10,2% menjadi 2%, serta  menghemat waktu panen menjadi 4-6 jam/ha.  Dari sisi ekonomi, mampu memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga petani mencapai 80%, dari Rp10,2 juta/ha/musim menjadi Rp18,6 juta/ha/musim.

Untuk ikut dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di perdesaan, Kementerian Pertanian membuat program terobosan yaitu Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (BEKERJA) Berbasis Pertanian. Terobosan ini sangat tepat sebagai solusi permanen untuk mengentaskan masyarakat petani dari kemiskinan dan pemerataan pendapatan karena sebagian besar penduduk miskin di perdesaan adalah petani di mana lebih dari 70% pendapatan utamanya berasal dari sektor pertanian. 

Pada tahun ini, program BEKERJA Berbasis Pertanian dilakukan di 10 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan NTB, dengan sasaran 200.000 Rumah Tangga Petani Miskin (RTM). 

Dengan paket bantuan 50 ekor ayam  per RTM dan bantuan tanaman sayuran-sayuran yang ditanam di lahan pekarangan, serta beberapa jenis tanaman tahunan dalam waktu 6 bulan atau kurang dari satu tahun RTM sudah mampu memberikan pendapatan sekitar Rp2,3 juta/RTM/bln atau Rp550 ribu/kap/bln, dan besaran ini jauh di atas batas garis kemiskinan, Rp370 ribu/kap/bln. 

Dengan demikian, di tengah upaya menurunkan jumlah masyarakat miskin dan mengurangi ketimpangan pendapatan di perdesaan, program BEKERJA mempunyai posisi penting karena dalam waktu kurang dari setahun sudah mampu membalikkan status rumah tangga petani miskin menjadi rumah tangga sejahtera. (RO/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Anwar Surachman
Berita Lainnya