Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
'Salatullah salamullah, alaa thaha rasulillah. Salatullah salamullah, alla yasiin habibillah. Sadar diri, sadar diri, jangan berbuat korupsi, bikin malu anak istri, menghancurkan NKRI'. PETIKAN lirik itu dinyanyikan kelompok musik bernama Ki Buyut. Kelompok itu mengusung konsep musik modern yang dipadukan dengan beberapa alat musik tradisional. Pelopornya ialah KH Maman Imanulhaq Faqih, atau biasa disapa Kang Maman. Pertemuan Kang Maman dengan seniman yang membuka ruang publik bagi anak-anak menjadi awal terbentuknya Ki Buyut.
Ia merasa terpanggil untuk ikut berkolaborasi dan belajar bersama dengan anak-anak tersebut. Sebagai pemuka agama sekaligus pemilik Pondok Pesantren Al Mizan, Maman kerap dicibir lantaran sikap terbukanya kepada siapa pun tanpa memandang latar belakang. Begitu pun dengan cara dakwahnya yang menggunakan elemen musik. Pernah suatu kali kiainya datang untuk menghadiri ulang tahun pondok pesantrennya dan mendapati penampilan kelompok musik, seperti Doel Sumbang dan Slank. Ia langsung menanyakan kepada Maman, apakah ia tidak mendengarkan fatwa perihal larangan musik karena dianggap sebagai alat setan.
Dengan santun, Maman menjawab ia lebih memilih fatwa yang nyata. Ketika dirinya menjadi santri, ia sempat melihat kaki sang kiai tak berhenti bergerak mengikuti alunan musik yang terdengar. "Dakwah itu tidak memaksa, tidak menekan. Merangkul, bukan memukul. Musik itu bahasa universal, bisa mempersatukan visi dan misi dengan nilai kemanusiaan. Dakwah bukan hanya di mimbar atau rumah ibadah, yakinkan jemaah itu subjek, mereka mengerti persoalan, bukan kita sebagai pendakwah yang merasa paling benar," kata Maman yang menggabungkan selawat dengan lirik kritik sosial.
Laki-laki yang pernah menjadi korban saat peringatan Hari Pancasila ini tidak menyukai gaya dakwah yang monoton dan menggurui. Dengan musik dan lirik sederhana, selawat dan kritik sosial akan lebih mudah diterima. Misalnya, mengingatkan para petani yang kerap menunda waktu salat saat musim panen tiba. Saat itu dinyanyikan, justru para petani ikut bersenandung dan mengoreksi diri masing-masing. Seniman Kang Darto mengatakan Maman memiliki metode dakwah tersendiri. Ia tidak serta-merta meminta kami mengaji, salat, atau memaksa untuk taat.
Padahal, Darto dan kelompoknya telah diberi upah dengan bermusik di berbagai kota. Uang yang didapat justru kerap digunakan untuk mabuk-mabukan. "Nah waktu itu, Kang Maman meminta kami untuk berkumpul dulu di pesantren sebelum berangkat manggung. Saat itu kami lihat ia melakukan salat Asar. Kami celingukan dan merasa malu, lalu masuk ke masjid dan menunaikan salat meskipun tidak wudu," ujar Darto terkekeh.
Pluralis dan antikorupsi
Karena ia kerap berkunjung ke tempat ibadah agama lain, pesantrennya didatangi bahkan ditinggali selama beberapa hari oleh umat lain. Karena hal itu, Maman dicap sebagai kiai dengan pemahaman pluralisme yang kuat. Maman menilai itu sudah tercantum pada kodrat semua agama. Tidak ada agama yang menyerukan perpecahan dan kebencian. Dalam Islam, imbuh Maman, ada kalimat segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, berarti Tuhan semua suku bangsa, Tuhan semua keyakinan, dan Tuhan semua agama. "Kalau kita yakin Allah itu satu, kita umat manusia dengan latar belakang berbeda harus bersatu. Aneh kalau kita meyakini Allah satu, tetapi enggak akur dengan tetangga dan suku bangsa lainnya. Keyakinan akan tauhid meniscayakan pengakuan terhadap pluralitas kebangsaan itu sendiri," tukasnya.
Di pesantrennya, pernah ada kegiatan bersama antara pemeluk agama dan tinggal bersama selama beberapa hari. Dari kegiatan tersebut, ada pelajaran yang bisa dipetik. Mereka saling belajar agama lain, saling memahami, mengarifi, dan mencintai. Dengan demikian, apa yang disebut radikalisme dan terorisme bukan bersumber dari agama, melainkan dari kepicikan dan kedangkalan memahami agama. Maman mengutip KH Said Aqil Siradj, 'kalau ingin menjadi orang moderat dalam bergaul, harus berilmu. Kalau ingin bertoleransi, harus berakhlak'.
Tak hanya belajar dari pesantren, Maman banyak belajar dari anak jalanan. Mereka dinilai memiliki pribadi kuat dan mandiri, toleransi dan tenggang rasa masih kuat di antara sesama. Tidak seperti koruptor yang lebih mementingkan kekayaan diri sendiri. Seperti dikatakan Gusdur, Indonesia tidak akan hancur karena perbedaan. Perbedaan yang membuat Indonesia kuat, dan Indonesia tidak akan hancur karena bencana, karena dengan bencana justru kita bisa merasakan solidaritas sosial. Yang menghancurkan Indonesia hanya dua, kebejatan moral kaum elite karena korupsi dan keputusasaan kaum elite karena frustrasi.
"Saya pernah dinasihati Gusdur kalau ingin dakwah maju, saya harus meminta tolong pada orang yang terzalimi seperti anak jalanan dan yatim. Salah kalau dibilang mereka itu merepotkan, justru saya yang merepotkan mereka, kita butuhkan mereka untuk mendoakan supaya kita tetap dikasihi Allah dan bangsa kita utuh," imbuhnya. Jangan melihat seseorang dari agamanya, tetapi apa yang dilakukan orang tersebut pada dirimu. Orang yang jujur, memiliki solidaritas sosial, apa pun agamanya pasti mempunyai tempat terbaik di sisi Allah. Di Indonesia, kita memiliki dua tanggung jawab yaitu agama dan nasionalisme. Nasionalisme ialah bagian dari komitmen keimanan. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved