Pasukan Viral ala Osis dan BNPT

Ardi Teristi Hardi
11/6/2017 07:30
Pasukan Viral ala Osis dan BNPT
(Grafis/Caksono)

BERDASARKAN penelusuran daring gerakan/kelompok Aksi Yogyakarta atau disingkat Ayog terlihat cukup profesional menggarap medsos dan situs. Baik di akun Instagram, Twitter, maupun di situs ayog.dutadamai.id, pesan dan informasi soal keberagaman konsisten diunggah.

Dari situs itu terlihat, seluruh susunan redaksinya terdiri atas anak muda. Tidak hanya menyampaikan opini, mereka juga rutin memberitakan beragam acara, baik tentang diskusi keberagaman, agama, maupun teknologi informasi. Keragaman informasi itu bahkan tidak kalah dengan yang ada di media konvensional.

Nyatanya, literasi media mereka bukan sekadar autodidak, melainkan buah dari pelatihan Duta Damai Dunia Maya (DDDM) dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Berjalan sejak tahun 2016, DDDM berisikan program, yakni pembekalan wawasan kebangsaan dan keagamaan yang moderat dari tokoh-tokoh lintas agama, pembekalan keahlian desain komunikasi visual, teknologi informas hingga keahlian blogger.

Hingga saat ini, pelatihan yang sudah digelar antara lain di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Makassar itu telah menelurkan sedikitnya 400 duta damai.

“Awalnya kami memang dibentuk untuk semacam laman tandingan untuk menggempur laman-laman teroris radikalisme, tapi kian ke sini jadi laman yang berisikan kon­ten-konten positif,” kata Tri Darmini, salah satu penulis di ayog.dutadamai.id. Ia menjelaskan awalnya ada 60 orang, kini hanya 30 orang duta damai Yogyakarta yang aktif.

Meski menyusut, mereka mengaku tetap semangat menyebarkan konten positif. Pasalnya, sebagai anak muda mereka sendiri gerah dengan banyaknya berita negatif soal kebangsaan di internet.

“Terlalu banyak berita kurang menyenangkan dan bahkan meresahkan, maka dengan hadirnya website dari duta damai akan memberi warna tersendiri,” kata Atanasia Rian selaku pimpinan ayog.dutadamai.id.

Selain itu, mereka paham, informasi negatif tidak hanya bisa dilawan dengan penutupan akun dan situs oleh pemerintah. Sebab, situs serupa mudah muncul kembali. “Caranya (melawan) ya melahirkan situs baru (tandingan) yang isinya tentang hal positif,” tambah Anastasia.

Selain mengisi web dengan konten positif, para duta damai juga melakukan gerakan off­line seperti kelas dan diskusi anak muda.

Jebolan DDDM lainnya, Haydar Al Jufry melakukan kampanye melalui situs bunderan.dutadamai.id maupun akun Facebook pribadinya. Pria berusia 22 tahun yang berdomisili di Serpong, Banten, ini terkadang juga menyelipkan nuansa humor di pesan-pesannya yang terkait kondisi sosial.

“Saya sudah geram melihat Indonesia yang semakin geger dengan isu SARA dan di media sosial pun isinya hanya mengumbar kebencian antarmasyarakat,” ujar Haydar soal keikutsertaan di DDDM. Di tempat lainnya ada pula Elizhabet Elzha dan kelompok anak muda bernama Lontara Damai yang juga merupakan jebolan pelatihan itu.

Kasubdit Kontrapropaganda BNPT yang juga Ketua Panitia Duta Damai Indonesia, Kolonel Pas Sujatmiko menggandeng kelompok anak muda karena banyak pula dari generasi itu yang terjerumus ke paham radikal terorisme. Dengan menggandeng sesama anak muda, diharapkan akan dapat mengimbangi, bahkan menangkal propaganda itu.

“Jadi, nantinya dari kelompok pelatihan itu akan diciptakan sebuah konten positif dan damai untuk diviralkan di dunia maya, seperti media sosial dan website,” jelasnya.

Untuk mendukung gerak para duta damai, semua kegiatan mereka terkait dengan kampanye positif itu, termasuk pembuatan situs, didanai langsung oleh BNPT.

Gotong royong OSIS
Meski tanpa pelatihan, anak-anak muda juga terbukti dapat menjadi agen positif yang mumpuni. Ini terlihat dari kerja sama OSIS SMA Kolese Kanisius dan OSIS Al-Izhar.

Awalnya mereka berencana membuat konfrensi dengan sekolah lain. Namun, karena keterbatasan waktu, mereka beralih ke media sosial. Untuk membuat unggahan yang kompak, mereka merembuk dulu tentang tempelate-tempelate pesan kebangsaan. Jika disetujui kedua belah pihak, tugas setiap sekolah ialah menyebarkan seluas-luasnya konten tersebut ke jaringan yang dimiliki dan diharapkan dapat menjadi viral.

“Melalui gerakan Ragamuda ini, kami ingin meningkatkan toleransi dan kecintaan terhadap keberagaman pada kalangan muda serta siswa-siswi di sekolah lain. Selain itu, dengan cara seperti ini diharapkan anak-anak muda bisa memiliki wadah untuk menyampaikan sesuatu,” terang
Ketua Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) Al-Izhar, Salsabila Kaylalily.

Gerakan OSIS ini pun mendapat dukungan dari sekolah. “Kita (guru-guru) sangat mendukung kegiatan seperti ini. Bahkan jika ada pertemuan antarguru-guru sekolah lain, kami selalu mengajak agar siswa siswinya mau bekerja sama atau sekadar mengikuti gerakan ini,” tutur Guru Pembimbing OSIS SMA Kanisius, Ignatius Fajar. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya