Biro Perjalanan Muslim Saatnya Melirik Pangsa Pasar ke Negara Non Muslim

Yusuf Riaman
08/6/2017 12:55
Biro Perjalanan Muslim Saatnya Melirik Pangsa Pasar ke Negara Non Muslim
(ANTARA)

SUDAH saatnya biro perjalanan muslim (moeslem travell) memerhatikan aspek bagaimana pelanggannya bepergian selain umrah, ke tujuan negara yang penduduknya mayoritas non muslim untuk tujuan wisata edukasi.

Saat ini biro perjalanan muslim lebih fokus ke perjalanan haji dan umrah. "Para travel muslim justru banyak fokus pada urusan umrah dan haji. Tapi bagaimana kalau mau jalan-jalan ke AS atau Australia bingung karena tidak diakomodir. Akhirnya pakai travel umum, tidak ada waktu salat, makanan juga tidak tahu halal atau tidak," ungkap PriyadiAbadi pada acara bedah buku Muslim Traveller Solution di Ballroom MasjidHubbul Wathan, kompleks Islamic Center, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) .

Priyadi mengamati banyak travel muslim yang cenderung memilih pada zona nyaman, yakni urusan haji dan umrah, sehingga destinasi lain tidak digarap dengan maksimal. Padahal, dengan segala potensi yang ada, Indonesia harusnya mempunyai keunggulan pada sektor ini.

Priyadi selaku penulis buku Muslim Traveller Solution, mengatakan, buku ini memberi gambaran bagi umat Islam jika ingin melancong ke sebuah tempat yang penduduknya mayoritas non muslim. Pasalnya, umat Islam sangat memerhatikan aspek kehalalan makanan dan minuman saat berkunjung ke sebuah tempat.

"Saya mencoba mengulas bagaimana muslim traveller bepergian atau bertadabur alam tapi tidak meninggalkan kewajiban kita sebagai seorang muslim," kata Priyadi. Dalam buku tersebut, Priyadi memberi contoh negara-negara Eropa Barat yang sering jadi destinasi wisata para pelancong muslim tapi punya tantangan sendiri soal makanan halal dan fasilitas salat.

Selain itu, dia juga mencoba mengedukasi restoran dan hotel agar bisa memfasilitasi kebutuhan wisatawan muslim, apalagi para pelaku industri pariwisata di Eropa sudah menyadari akan potensi besar muslim traveller. Bahkan, proyeksi nilai wisata halal pada 2020 bisa menyentuh US$2,6 triliun.

Priyadi menilai Indonesia harus terus memantapkan diri dalam mengakomodir para wisatawan muslim yang berkunjung dan yang paling utama tentu adanya sertifikasi halal. Wisatawan muslim mancanegara sangat berpegang teguh pada sertifikat halal yang dikeluarkan otoritas setempat, "Sertifikasi dan standardisasi sudah jadi acuan global. Kalau restoran mengaku halal, harus mencantumkan sertifikat halal. Sebab ini
tuntutan dasar," kata Priyadi yang juga menjabat sebagai Ketua Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF).

Pemerintah Indonesia sendiri sedang menggiatkan wisata halal nasional. Dalam Global Travel Muslim Index (GMTI) 2017 Indonesia berada di urutan ketiga .(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya